Bongkar Tirani

Grab this Headline Animator

Bongkar Tirani

Kalau "air mata" diserahkan kepada rakyat... Tapi... kalau "mata air" diambil oleh penguasa... Kapan "air mata" itu hilang dari mata rakyat? ataukah abadi selamanya karena kerakusan penguasa?

Subscribe
Add to Technorati Favourites
Add to del.icio.us
Senin, 24 Mei 2010

My Life is Death

Mati kini terasa setengah mati, antara hidup dan tidak hidup lalu mengapa kekalahan selalu terjadi terhadap kehidupanku, seperti pecundang kini entah harus bagaimana lagi, harus kemana lagi dimana tempat sudah menjadi tidak aman, nyaman bahkan ditanah kelahiran selalu menimbulkan prahara, ditanah anakku menimbulkan kebencian orang-orang disekitar tak melihatkah mereka apa yang dirasakan olehku, istriku, ibu mertuaku, bahkan kedua orang tuaku semuanya kini telah hilang dalam kehidupanku, hilang semuanya setelah anakku kini semuanya direnggut oleh orang-orang yang rakus akan kehidupan ini, bagaimana tidak? yang kaya semakin kaya, yang miskin semakin miskin, yang pinter semakin terus pinter yang bodoh terus dibodohkan...

Inilah yang terjadi di tahun 2010 terhadap kehidupanku, rasanya pecah hancur lebur menjadi butiran debu yang terbang entah kemana, seperti terkena bom, tetap masih ada bekas-bekasnya namun kemana orang-orang disekitarku pergi? apakah mati terkena bom? atau mati kutu? apa mungkin mati penglihatan, mati rasa dan mati kepedulian terhadap sesamanya? entah aku tak pernah tahu itu hanya ungkapan praduga-praduga kebencian terhadap sistem ini, ingin berontak tak punya kekuatan, ingin melawan hanya sendirian yang aku mampu kini berteriak sekencang-kencangnya bagi siapapun yang mendengarnya mereka mungkin yang melakukan penindasan ini ataupun mungkin mereka yang mempunyai kepedulian terhadap kaum seperti kami? Gila, kini aku gila menjadi anti sosial habis, menolak bertemu dengan siapapun menolak membuat perjanjian apapun jika tidak dibawah pengaruh aku.

Kini aku tak percaya terhadap orang-orang hidup yang ada disekitar kami, kami hanya percaya terhadap pemberontakkan kami. kami menolak melakukan negosiasi, menolak berjalan bersama jika tidak dibawah pimpinan kami. Kini kami menjadi orang-orang yang semakin menggila terhadap kehidupan benih-benih kebencian ditanamkan akibat kaum kami dijadikan para pecundang oleh sebelum ini.

Apakah ini bentuk perlawanan atau bentuk yang dihasilakan atas sistem yang ada? tak mampu akau menilainya, biarlah dunia yang menentukan siapakah kami? hasil perbuatan siapakah kami? namun kami menilai bahwa kami terlahir hasil dari perkosaan massal sistem terhadap kehidupan kami yang sebelumnya sehingga beginilah kami jadinya, anti sosial, anti negosiasi anti kerjasama menebar kebencian terhadap sistem yang ada secara terus menerus, memberikan doktrin perlawanan dan pengkhianatan terhadap anak-anak yang ada sama kami

Beberapa kali media massa dan elektronik memberitakan tentang seorang perempuan yang ditangkap pihak kepolisian karena terpergok membawa barang bukti narkoba dan zat adiktif lainnya. Latar belakang kenapa perempuan-perempuan tersebut harus menjadi pengedar narkoba di antaranya adalah karena himpitan tuntutan ekonomi keluarga. Kebanyakan dari mereka yang menjadi pengedar tak berpikir panjang tentang risiko mengedarkan narkoba.

Keterbatasan informasi, minimnya akses, dan stereotype perempuan sebagai yang lemah lembut semakin membuka peluang perempuan untuk terlibat lebih jauh dalam pasar narkoba. Akibatnya perempuan sering dijadikan salah satu mata rantai dalam jaringan pengedaran narkoba karena adanya stereotip produsen yang memandang perempuan tidak akan dicurigai ketika membawa barang-barang ilegal.

Lemahnya posisi perempuan dalam menentukan kebijakan, menjadikan perempuan mudah dikorbankan. Artinya saat ia diciduk pihak kepolisian, mereka relatif tidak melakukan pemberontakan atau mengajukan pembelaan baik secara fisik maupun melalui pembelaan hukum. Jika perempuan tertangkap, rata-rata perempuan tak berbuat macam-macam. Rendahnya pengetahuan terkait narkoba dan hukum menjadikan mereka sebagai elemen tak berdaya dalam mata rantai jaringan pengedaran narkotika, Realitasnya, para perempuan yang tertangkap itu memang tidak memiliki akses informasi seputar seluk beluk narkotika oleh karenanya ia berada dalam posisi yang rentan. Tuntutan kebutuhan rumah tangga yang tak dapat ditunda, akhirnya memaksa perempuan menjadi survivor dalam mengatasi kemiskinan keluarga. Latar belakang itu juga yang terjadi pada perempuan pekerja seks komersial.

Dalam contoh modus jaringan yang dipakai, di antaranya perempuan sering dijadikan sebagai pacar, dijadikan istri oleh laki-laki berkewarganegaraan asing, dipaksa perempuan yang masih memiliki hubungan keluarga, atau ditipu oleh orang dekat, seperti suami, teman, atau saudara. Mereka biasanya dibuai tawaran pergi jalan-jalan ke sebuah negara. Bersamaan dengan itu, mereka juga dijadikan kurir pengedaran narkotika.

Kemiskinan, ketidaktahuan, hubungan kekuasaan yang timpang antara perempuan serta laki-laki, budaya dan lainnya, merupakan faktor yang ditengarai menyebabkan perempuan terperangkap dalam jaringan peredaran narkotika. Perempuan yang dijadikan sebagai salah satu mata rantai jaringan pengedaran narkotika (kukurir), kadang-kadang dipandang sebagai kriminal bukan sebagai korban. Padahal apa yang dilakukannya bukan karena pilihan sendiri melainkan lebih disebabkan ditipu atau dieksploitasi.

Kemiskinan atau Narkoba yang Menjerat Perempuan

Dunia narkotika kini memang tak lagi menjadi ruang kaum pria. Tahun 2006, Laporan Nasional Estimasi Dewasa Rawan Terinveksi HIV pada Pengguna Napza DKI Jakarta berjumlah 29,350orang, pasangan penasun berjumlah 12, 510orang, dan PWS (Penjaja Seks Wanita) 27,370orang. Angka ini menunjukkan bahwa perempuan menjadi kelompok yang intensif bersentuhan dengan narkoba baik dari pasangannya maupun dari para pecandu pasar narkoba, penularan penyakit seksual, juga HIV/AIDS. Nyatanya, perempuan dijadikan seagai media penyampai barang-barang narkotik, di mana penguasa pasarnya adalah laki-laki. Beberapa kasus telah menunjukkan, pengguna dan pengedar narkoba dilakoni para wanita.

Kisah Handayani yang dimuat di detik6.com 25 April 2007 bisa menjadi gambaran. Karena tertekan akibat kelakuan suaminya yang membawa kabur anak semata wayangnya, Handayani berpaling ke narkoba. Dia tertangkap memakai putaw pada suatu akhir di Mal Kelapa Gading, Jakarta Utara, akhirnya dia diciduk satuan pengamanan mal yang menghubungi aparat Kepolisian Sektor Kelapa Gading dengan barang bukti jarum suntik dan beberapa paket putaw. Handayani mengaku memakai barang itu untuk menghilangkan stress setelah rumah tangganya hancur. Namun, seiring penggunaan yang kekerapannya tinggi, ia tak bisa lagi berpisah dengan putaw.

Handayani sebagai pengguna narkoba kemudian harus meringkuk di tahanan. Mungkin juga masih banyak contoh kasus lain yang sama nasibnya dengan Handayani atau mungkin justru lebih parah. Meski sejumlah orang seperti Handayani telah ditangkap dan harus ditahan, apakah telah selesai demikian penanganan kasus narkoba? Bagaimana dengan jaminan hidupnya dalam penjara? Apakah memang demikian pemerintah (aparat -red) tetap memandang demikian dalam memuntus mata rantai pasar narkoba? Padahal proses perdagangan barang semakin meluas di masyarakat. Orang yang tidak tahu samasekali informasi terkait narkoba justru pada akhirnya menjadi sasaran yang empuk. Lalu mana yang lebih signifikan dalam melihat akar persoalannya?

Kenyataannya, pengguna/pecandulah yang kemudian dijadikan korban, ditangkap untuk ditahan tanpa memberikan jaminan rehabilitasi kepada sang korban. Memang, perdagangan narkoba ini dilakukan berlapis-lapis. Pengakuan Iva dalam berita di liputan6 suatu hari, ia ditangkap karena kedapatan sebagai pengedar. Dia tertarik menjual shabu-shabu karena dijanjikan akan mendapat uang banyak seperti yang dialami temannya. Tapi baru satu bulan menjadi pengedar, polisi menciduknya. Data Rutan Pondok Bambu cukup menguatkan sinyalemen banyak perempuan terjerumus ke dunia narkoba. Sejak Januari hingga Mei 2002, tercatat lebih dari 20 wanita tersangka kasus narkoba masuk mendekam di rutan itu. Angka-angka itu jauh lebih sedikit dibanding kenyataan sebenarnya di masyarakat.

Iming-iming imbalan yang besar dari hasil perdagangan narkoba diduga sebagai daya tarik sebagian besar pengedar narkoba. Tak sedikit ibu rumahtangga menjadi penyalur barang-barang tersebut. Kasus suami istri menjadi pengedar putaw juga pernah terungkap di kawasan Ancol, Jakarta Utara. Pasangan pedagang rokok itu menjual putaw di dalam bungkus rokok. Belum lagi Setelah menjalani masa tahanan, mungkin saja para pemakai dan pengedar narkoba kembali ke kehidupan normal. Namun, semua pihak hendaknya tak menafikan fakta banyak perempuan yang mengalami ketergantungan narkoba

Mungkin fakta-fakta ini memang selalu dipandang kasuistik, hanya masalah kecil dari sekian masalah. Tapi masalah bukankah tetap menjadi masalah yang pada akhirnya harus dipecahkan? Tentunya pemecahan yang juga memihak perempuan. ~


(YayasanStigma/13Feb2008)

sumber >> Yayasan Stigma pada blog berjudul ‘Dalam Perdagangan Narkoba, Perempuan Adalah Korban?’

http://stigmafoundation.blogspot.com


Dalam kehidupan bermasyarakat, di suatu komunitas tidak dapatdipungkiri bahwa disadari maupun tidak, terdapat permasalahan dankebutuhan yang selalu di hadapi. Dampak yang kemudian timbul tidakhanya terjadi pada komunitas itu sendiri melainkan relasi sosiallainnya ikut pula mengalami.

Pada akhirnya pengembangankomunitas menjadi suatu alat yang dapat dilakukan dalam prosespemberdayaan untuk meminimalisir bahkan menghilangkan persoalan yangdihadapinya. Komunitas merupakan pihak yang paling mengetahui danmemahami masalah, kebutuhan, potensi dan situasi fisik/ sosial yangterjadi dilingkungannya. Sehingga pengembangan komunitas merupakan halyang penting untuk dilakukan.

Terdapat tiga pilar yang perludilakukan komunitas untuk memperoleh tujuan yang ingin di capai. Ketigapilar ini yaitu pengorganisasian; melakukan advokasi dan; berjejaring.Serangkaian kegiatan untuk melaksanakan pilar tersebut dapat dilakukandengan menggunakan konsep pemberdayaan. Konsep ini merupakan rangkaianyang tidak baku satu sama lain, namun memiliki satu kesatuan yang tidakakan optimal jika terpisah yakni kesejahteraan, akses, kesadarankritis, pastisipatif, kontrol atau kuasa.

Dalam keseluruhanproses ini memiliki rangkaian dasar yang berupa perencanaan, refleksidan pelaksanaan yang dapat dilakukan berulang-ulang hingga tujuantarget dapat tercapai.

Anda dapat melakukan sesuatu mulai dari sekarang atas informasi dasarini. Anda dapat berbuat untuk anda sendiri, komunitas anda danlingkungan masyarakat anda. Karena anda merupakan bagian dari solusiseperti halnya yang kami lakukan yakni dari pecandu, oleh pecandu danuntuk pecandu.