Bongkar Tirani

Grab this Headline Animator

Bongkar Tirani

Kalau "air mata" diserahkan kepada rakyat... Tapi... kalau "mata air" diambil oleh penguasa... Kapan "air mata" itu hilang dari mata rakyat? ataukah abadi selamanya karena kerakusan penguasa?

Subscribe
Add to Technorati Favourites
Add to del.icio.us
Minggu, 28 Desember 2008

Bahaya Kapitalisme Pendidikan

Bahaya Kapitalisasi Pendidikan Lewat Rancangan Undang-Undang Tentang Badan Hukum Pendidikan Nuzran Joher Beberapa bulan mendatang pemerintah akan membahas Rancangan Undang-Undang Tentang Badan Hukum Pendidikan. Rancangan Undang-Undang Tentang Badan Hukum Pendidikan nantinya diharapkan menjadi fasilitator bagi lembaga perguruan tinggi di Indonesia untuk berkompetisi dalam meningkatkan kinerja baik dalam tataran nasional maupun internasional. Artinya, dengan Undang-Undang Tentang Badan Hukum Pendidikan sebagai payung hukum pendidikan nasional diharapkan mampu berfungsi jadi rule of the game dalam konteks persaingan antar Perguruan Tinggi Negeri dan Perguruan Tinggi Swasta di seluruh Indonesia, sehingga yang keluar sebagai pemenang bisa tampil sebagai world-wide higher education institutions berdasarkan syarat dan kriteria yang ditetapkan pemerintah. Tetapi tampaknya Rancangan Undang-Undang Tentang Badan Hukum Pendidikan akan menghadapi tantangan dari beberapa kalangan pakar maupun praktisi pendidikan, termasuk masyarakat yang selama ini jadi korban kebijakan pendidikan yang diskriminatif. Pertanyaannya, apakah Rancangan Undang-Undang Tentang Badan Hukum Pendidikan akan mampu menyelesaikan problematika pendidikan nasional saat ini? Ataukah justru Rancangan Undang-Undang Tentang Badan Hukum Pendidikan dijadikan sebagai pintu masuk kapitalisasi pendidikan?Berbagai alasan telah dikemukakan oleh pihak pro maupun kontra. Dengan berbagai argumen, mulai yang emosional dan bertendensi politis kepentingan parsial, hingga pada penafsiran rasionalisme idealis-akademik. Meskipun pro dan kontra tetapi yang perlu digarisbawahi adalah masing-masing mempunyai alasan berbeda-beda. Akan tetapi jika diamati secara cermat, maka bisa dipahami mengapa Rancangan Undang-Undang Tentang Badan Hukum Pendidikan terus menuai kritik bahkan terkadang perlawanan dari warga masyarakat yang tidak mampu karena Rancangan Undang-Undang Tentang Badan Hukum Pendidikan berpotensi memberikan ruang bagi praktik komersialisasi dan liberalisasi pendidikan.Kelemahan mendasar pada Rancangan Undang-Undang Tentang Badan Hukum Pendidikan adalah privatisasi pendidikan yang pada gilirannya memberi ruang bagi kapitalisasi pendidikan sehingga lambat laun warga masyarakat yang tidak mampu akan terisolasi hak-hak pendidikan mereka. Rancangan Undang-Undang Tentang Badan Hukum Pendidikan juga telah melanggar hak-hak konstitusional warga masyarakat dalam memperoleh pendidikan, sebagaimana dinyatakan dalam UUD 1945 Pasal 31 ayat (1) yakni, Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan.Rancangan Undang-Undang Tentang Badan Hukum Pendidikan tidak saja menimbulkan aturan yang kaku dan statis tetapi akan melepaskan tanggung jawab pemerintah yang selama ini berfungsi sebagai fasilitator penyelenggaraan dan pengelolaan pendidikan nasional. Subsidi silang, otonomi pendidikan dan desentralisasi pendidikan tidak akan efektif dilaksanakan apabila Rancangan Undang-Undang Tentang Badan Hukum Pendidikan disahkan menjadi landasan hukum pendidikan. Rancangan Undang-Undang Tentang Badan Hukum Pendidikan secara prinsip pendidikan berpotensi praktik komersialisasi dan kapitalisasi dunia pendidikan. Rencana pemerintah untuk menerbitkan Undang-Undang BHP sebagai landasan hukum pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan nasional merupakan kebijakan yang bertentangan dengan UU No. 20/2003 Sisdiknas terkait otonomi pendidikan.Dalam kurun waktu tujuh tahun terakhir, Indonesia mempunyai tujuh perguruan tinggi yang berstatus PT Badan Hukum Milik Negara (BHMN). Yaitu UI, UGM-Yogyakarta, ITB-Bandung, IPB-Bogor, USU-Medan, UPI-Jakarta, Airlangga-Surabaya, relatif dianggap Perguruan Tinggi andalan, tetapi bukan berarti Perguruan Tinggi lain di Indonesia baik PTN maupun PTS tidak mampu menghasilkan produk lulusan yang memiliki kualitas tinggi. Meskipun ke tujuh Perguruan Tinggi sudah menyandang status Badan Hukum Milik Negara (BHMN), akan tetapi dalam praktik penyelenggaraan dan pengelolaan pendidikan masih terdapat ketimpangan terutama menyangkut anggaran pendidikan bagi mahasiswa pasca diberlakukan otonomi pendidikan. Naiknya anggaran pendidikan di berbagai Perguruan Tinggi baik di PTN dan PTS telah menyebabkan meningkatnya angka anak putus sekolah. Alasan pemerintah bahwa Rancangan Undang-Undang Tentang Badan Hukum Pendidikan yang memberi kebebasan bagi tiap-tiap instansi perguruan tinggi untuk mengelola satuan pendidikan secara otonom adalah jelas bertentangan dengan UU No. 20/2003 Tentang Sisdiknas yang menempatkan pemerintah sebagai fasilitator dan bukan sebagai pengendali tunggal segala kebijakan proses pendidikan.
Kapitalisasi pendidikanPertentangan mendasar antara kelompok yang pro dan kontra terlihat pada penafsiran mengenai konsep nirlaba. Kelompok yang kontra memandang, konsep nirlaba dalam pendidikan bisa dianggap relevan, akan tetapi paradigma pengertian tentang nirlaba dalam versi defenisi pemerintah seperti pada Rancangan Undang-Undang Tentang Badan Hukum Pendidikan penjelasan Pasal 3, ayat (4), huruf a untuk BHP yang didirikan pemerintah, oleh badan hukum nirlaba, dan oleh badan usaha, tidak konsisten bahkan selain diskriminatif, juga tumpang tindih antara peraturan dan perundang-undangan yang lain sehingga secara tidak langsung pengertian mengenai konsep nirlaba akan rancau. Alasan yang lebih radikal menurut kelompok ini ialah Rancangan Undang-Undang Tentang Badan Hukum Pendidikan sangat berpotensi untuk menurunkan mutu pendidikan, karena materi Rancangan Undang-Undang Tentang Badan Hukum Pendidikan memuat ketentuan hanya ada satu bentuk badan hukum (keseragaman) untuk pendidikan tinggi, yaitu Badan Hukum Pendidikan sebagaimana yang dituangkan dalam Pasal 2 ayat (1) dan b) hanya ada satu bentuk tata kelola (keseragaman), seperti disebutkan pada Pasal 8 ayat (1). Artinya, jika selama ini terdapat keseragaman, maka Rancangan Undang-Undang Tentang Badan Hukum Pendidikan akan memaksakan keseragaman dalam bentuk badan hukum sekaligus terkait dengan struktur tata kelola.Kapitalisasi pendidikan jelas sangat merugikan rakyat kecil yang selama ini tidak mendapat hak pendidikan dari negara secara adil dan merata. Karena pendekatan paradigma kapitalisasi pendidikan senantiasa mengejar keuntungan individu dengan mengorbankan hak-hak kolektif bahkan masyarakat secara luas. Rancangan Undang-Undang Tentang Badan Hukum Pendidikan yang secara garis besar memberikan peluang bagi seluruh institusi pendidikan untuk menyelenggaraan pendidikan berdasarkan kriteria-kriteria yang ditetapkan pemerintah akan berdampak pada kebijakan pendidikan yang kontrakonstitusional. Dimana kebijakan institusi tidak tersentral namun pada gilirannya akan terjadi kesenjangan pendidikan antara daerah kaya dan miskin.Kesenjangan pendidikan sangat mungkin terjadi dengan Rancangan Undang-Undang Tentang Badan Hukum Pendidikan, pemerintah akan lepas tanggung jawab baik secara material maupun secara kontrol kebijakan. Meskipun masih ada subsidi silang namun dilihat dari sisi kriteria yang memperoleh subsidi silang masih terdapat jauh dari harapan institusi pendidikan yang selama ini menjadi anak kandung pemerintah bernama PTN dan anak tiri bernama PTS. Jika Rancangan Undang-Undang Tentang Badan Hukum Pendidikan disahkan menjadi undang-undang pendidikan nasional, maka kecenderungan antara pihak pengelola dan yayasan baik berstatus BHMN maupun BHP akan terus berkonflik. Karena dengan lahirnya BHP nanti akan memangkas otoritas yayasan sebagai salah satu pemegang saham penyelenggara pendidikan yang sudah lama dijalankan.