Bongkar Tirani

Grab this Headline Animator

Bongkar Tirani

Kalau "air mata" diserahkan kepada rakyat... Tapi... kalau "mata air" diambil oleh penguasa... Kapan "air mata" itu hilang dari mata rakyat? ataukah abadi selamanya karena kerakusan penguasa?

Subscribe
Add to Technorati Favourites
Add to del.icio.us

Minggu, 21 Februari 2010

Kemiskinan dan Kegelapan...

Kemiskinanku Membuat Mata Hati ku Menjadi Gelap, Semuanya tak bisa lagi dilihat, Siapa lagi yang harus ditikam dan direbut kesejahteraan kita walau terkadang orang-orang yang kita kenal menjadi korban kemiskinan kita, demi bertahan hidup diatas sebuah negara yang kaya raya mencari bnafkah dengan segala resikonya, entah itu penjara, amukan massa, ataupun putusn tali perteman kita, sebab perteman tidak mengenal miskin dan kaya, namun yang terjadi kekayaan tetap saja menindas kemiskinan, melecehkan orang-orang yang tak pernah mendapatkan kesempatan untuk mencapai kesejahteraan, tapi apa daya teriakan ingin bertahan hidup lebih kuat dibanding kekuatan tali pertemanan kita, sebab makan adalah kehidupan agar tetap bisa bernafas di gelapnya dunia yang aku jalani sekarang, Kegelapan sistem yang memiskinkan sebagian rakyat membuat kaum miskin berontak dengan caranya masing-masing, namun tetap saja minta-minta bukanlah yang lebih baik dari pada melakukan kriminalitas kepada siapapun dengan tanpa pandang bulu, kekejaman profesional kriminalitas lebih berharga dari pada melakukan kegiatan meminta-minta dipinggir jalan, tapi menurutku terserah apapun yang dilakukan oleh kaum miskin aku tidak peduli terserah caranya masing-masing untuk bertahan hidup, karena yang aku tahu aku sedang memikirkan bagaimana besok aku dan keluargaku bisa makan agar tetap bisa menikmati hidup, pendidikan, kesehatan maupun tempat untuk kami merebahkan diri ini?
Masih berapa abad lamanya lagi kegelapan menghantui kaum miskin negeri ini, ketidakadilan yang tak berhenti melingkarinya, yang kaya tetap akan terus menjadi kaya raya yang miskin akankah tetap miskin? Miskin harta dan jiwa sehingga kegelapan semakin menjadi Tirani melalui sistem yang dibuatnya para penguasa terus mengorbankan rakyatnya sendiri, hukum yang belum berpihak, kesehatan yang menjadi komoditas, pendidikan menjadi barang yang sangat mahal, lalu? pantaskah semua orang mempunyai mimpi dan cita-cita? Tak tahu lah, jika semuanya seperti ini itu adalah uang dan uang, kita tetap tak bisa bermimpi mempunyai teman yang baik, tak bisa bercita-cita menjadi seperti yang kita inginkan, tak bisa mengontrol agar tak melanggar hukum dan yang terjadi tetaplah kita berad dilingkaran kegelapan yang kita sendiri tak tahu berapa lama lagi Cahaya Keadilan dan Kesejahteraan dialami oleh garis keturunan kita nanti, dan kita juga tak bisa diam, tak lagi harus bertengkar diantara suami yang tak mampu kasih uang kepada istrinya untuk masak , dan seorang istri masih harus menunda mimpi dan harapanya untuk tampil cantik karena Make Up dihadapan suami tercintanya. Karena saat sekarang turun ke Jalan untuk meneriakan ketidakadilan ini, untuk merebut hak-hak yang telah dirampas karena tak seharusnya kita menjadi miskin, tak seharusnya kita tak bisa makan, tak seharusnya kita tak bisa sekolah, juga tak seharusnya kita tak bisa berobat ke rumah sakit, kita seharusnya bisa dan mendapatkan semua itu, kita semua bisa kembali bermimpi, bercita-cita, memakan masakan istri kita yang kita makan bersama anak-anak kita dan Setiap Wanita bisa tampil cantik untuk suami-suaminya, dan Juga tak ada lagi pengkhianatan pertemanan. Itulah diantaranya yang harus kita rebut kembali sebab masih banyak seharus yang menjadi hak kita, jika negeri ini mencintai keadilan dan kesejahteraan rakyatnya mungkin kita tak akan berteriak dimana-mana dan tak juga turun kejalan hanya untuk menunjukkan bahwa kita kecewa kepadanya, Namun disini dinegeri ini kita harus merebutnya kembali, Janganlah Diam saatnya kita satukan suara, satukan tujuan agar c\mimpi dan cita-cita kita bisa kita rebut kembali, karena kita juga tidak ingin terus-menerus melakukan kegiatan meminta-minta dipinggir dan lampu merah jalan, juga tidak ingin kriminalitas menjadi cara-cara kita untuk bertahan hidup sebab kami juga mencintai manusia lainnya, jangan lagi ajarkan kami untuk merampas hak orang lain sebab penguasa dan kaum miskin sama-sama miskin, sama-sama melakukan kegiatan meminta-minta dan kriminalitas, kami miskin harta namun penguasa miskin jiwa, pelaku kriminal secara sistematis dan melindungi dirinya dari hukum karena mereka berkuasa, kita hanyalah pelaku kriminal jalanan yang tak lepas dari segala ancaman hukum.
Inilah Kegelapan dan Kemiskinan ada dimana-mana bahkan menjadi lingkaran yang gelap!!!
Kita Tunggu Perubahan untuk lepas dari lingkaran Setan ini, hanya satu yaitu melalui perlawanan membongkar tirani para penguasa negeri ini....


Memahami dan berupaya untuk mengerti tentang visi, misi dan arah kebijakan Pemerintah dalam kegiatan pencegahan dan pemberantasan peredaran gelap Napza, sebagaimana tertuang dalam UU No. 22/1997 tentang NARKOTIKA & UU No. 5/1997 tentang PSIKOTROPIKA, rasanya sangat sulit mengingat ada 2 kepentingan yang harus diadopsi oleh Pemerintah dalam 1 (satu) kebijakan yakni disatu sisi Pemerintah berupaya menjamin ketersediaan NAPZA untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/ atau pengembangan ilmu pengetahuan sementara disisi lain Pemerintah juga harus berupaya melakukan pencegahan dan pemberantasan peredaran gelap Napza.

Dari 2 (dua) peran yang harus dijalankan sekaligus tersebut pada akhirnya Pemerintah terbentur pula pada masalah persoalan harmonisasi, yaitu harmonisasi materi/substansi dari ketentuan-ketentuan yang diaturnya dan harmonisasi eksternal (internasional/global) yakni penyesuaian perumusan pasal-pasal tindak pidana NAPZA dengan ketentuan serupa dari negara lain, terutama dengan substansi United Nation Convention Againts Illicit Traffict in Narcotic Drugs and Psychotropic Subs- tances tahun 1988 yang telah diratifikasi pemerintah dengan UU Nomor 7 tahun 1997 dan UU Nomor 8 Tahun 1996 tentang Ratifikasi Konvensi PBB tentang Psikotropika.

Dari persoalan harmonisasi diatas pada akhirnya mau tidak mau telah menunjukkan bahwasanya Pemerintah telah memperlakukan kebijakan kriminalisasi bagi masyarakat dalam kegiatan pencegahan dan pemberantasan peredaran gelap Napza.

Metode Penafsiran :

Bagi praktisi hukum, dalam hal ini catur wangsa (Kehakiman, Kejaksaan, Kepolisian dan Advokat), menerapkan peraturan perundang-undangan (hukum tertulis) sebagai sumber utama dalam rangka melakukan pembentukan hukum, mencarikan hukum yang tepat dan penemuan hukum terhadap suatu perkara tersebut, dihadapkan dalam beberapa keadaan, yaitu dengan cara dan sesuai dengan keadaan yang ditemuinya sebagai berikut:

a. Kapan dan bagaimana materi ketentuan dari peraturan perudang-undangan yang mengatur perkara yang dihadapinnya telah ada dan telah jelas. Jika telah ada dan jelas maka tinggal menerapkan ketentuan tersebut;
b. Kapan dan bagaimana materi ketentuan dari peraturan perudang-undangan yang mengatur perkara yang dihadapinnya telah ada, akan tetapi tidak jelas arti dan maknanya. Dalam hal ini praktisi hukum dituntut melakukan interpretasi atas materi ketentuan peraturan perundang-undangan tersebut.
c. Bilamana materi ketentuan dari peraturan perudang-undangan yang mengatur perkara yang dihadapinnya tersebut, tidak atau belum ada pengaturannya, maka usaha yang harus ditempuh adalah mengisi kekosongan tersebut dengan melakukan penalaran logis.
Berkenaan dengan hal tersebut, ada beberapa metode penafsiran (interpretasi) ketentuan peraturan perundang-undangan, yaitu:

(1) Interpretasi Gramatikal (interpretasi bahasa) atau tata bahasa (taalkundige, grammatikale interpretatie) atau metode obyektif yakni menafsirkan kata-kata dalam teks undang-undang apa adanya sesuai dengan kaidah bahasa dan kaidah hukum tatabahasa.
(2) Interpretasi Sistematis (Logis), menafsirkan peraturan perundang-undangan dengan menghubungkannya dengan peraturan perundang-undangan lain atau dengan keseluruhan sebagai satu kesatuan dan tidak boleh menyimpang atau keluar dari sistem perundang-undangan (sistem hukum).
(3) Interpretasi Historis, penafsiran makna undang-undang menurut terjadinya dengan jalan meneliti sejarah terjadinya (terbentuknya), meliputi penafsiran menurut sejarah hukumnya (rechtshistorisch) dan penafsiran menurut sejarah terjadinya undang-undang (wetshistorisch, penafsiran subyektif).
(4) Interpretasi Teleologis (sosiologis), menafsirkan undang-undang sesuai dengan tujuan kemasyarakatan dan bukan hanya daripada bunyi kata-kata undang-undang itu saja, karena makna dari undang-undang yang masih berlaku sudah usang atau tidak sesuai lagi untuk diterapkan terhadap peristiwa, hubungan, kebutuhan dan kepentingan masa kini.
(5) Interpretasi komparatif, penafsiran dengan memperbandingkan antara berbagai sistem hukum, guna mencari titik temu atau kejelasan mengenai suatu ketentuan undang-undang pada suatu penyelesaian yang dikemukakan di pelbagai negara.
(6) Interpretasi antisipatif (futusritis), menjelaskan undang-undang yang berlaku sekarang (ius constitum) guna mencari pemecahan kasus yang dihadapkan padanya, dengan berpedoman pada kaedah-kaedah hukum yang terdapat dalam suatu atau beberapa peraturan perundang-undangan yang belum mempunyai kekuatan berlaku dan belum mempunyai daya kekuatan yang mengikat (ius constituendum), misalnya rancangan undang-undang.
(7) Interpretasi Restriktif, penafsiran dengan mempersempit (membatasi) arti suatu peraturan perundang-undangan yang berlaku dengan bertitik tolak pada artinya menurut bahasa, dengan menghubungkannya dengan persoalan hukum yang dihadapkan pada hakim yang bersangkutan.
(8) Interpretasi ekstensif, menafsirkan dengan memperluas arti suatu istilah (pengertian) yang terdapat dalam suatu teks peraturan undang-undang yang berlaku.

Selain itu, praktisi hukum dalam melakukan penafsiran suatu materi peraturan perundang-undangan terhadap perkara yang dihadapkan padanya, harus memperhatikan 3 (tiga) hal, yaitu:

(1) materi peraturan perundang-undangan yang diterapkan;
(2) tempat dimana perkara yang dihadapkan;
(3) zaman perkara yang dihadapkan.
Permasalahan :

Kebijakan kriminalisasi merupakan suatu kebijakan dalam menetapkan suatu perbuatan yang semula bukan tindak pidana (tidak dipidana) menjadi suatu tindak pidana (perbuatan yang dapat dipidana). Jadi pada hakekatnya, kebijakan kriminalisasi merupakan bagian dari kebijakan kriminal (criminal policy) dengan menggunakan sarana hukum pidana (penal), dan oleh karena itu termasuk bagian dari “kebijakan hukum pidana” (penal policy), khususnya kebijakan formulasinya.
Kebijakan kriminalisasi dalam UU No. 22/1997 tentang NARKOTIKA & UU No. 5/1997 tentang PSIKOTROPIKA dapat dilihat dalam contoh pasal sebagai berikut :

* PERAN SERTA MASYARAKAT
UU No. 22/1997 tentang NARKOTIKA :
“Pasal 57 :

(1) Masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk berperan serta dalam membantu upaya pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika.
(2) Masyarakat wajib melaporkan kepada pejabat yang berwenang apabila mengetahui adanya penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika.

UU No. 5/1997 tentang PSIKOTROPIKA :
Pasal 54 :

(1) Masyarakat memiliki kesempatan yang seluas-luasnya untuk ber-peran serta dalam membantu mewujudkan upaya pencegahan penyalahgunaan psikotropika sesuai dengan undang-undang ini dan peraturan pelaksanaannya.
(2) Masyarakat wajib melaporkan kepada pihak yang berwenang bila mengetahui tentang psikotropika yang disalahgunakan dan/atau dimiliki secara tidak sah.”

Dari susunan redaksi pasal di atas terlihat jelas dan tegas Pemerintah berusaha menghilangkan pandangan bahwa masalah penyalahgunaan dan peredaran gelap NAPZA bukan hanya masalah Pemerintah saja, tetapi merupakan masalah yang harus ditanggulangi bersama. Sayangnya, peran masyarakat tersebut menjadi wajib. Padahal, kata “wajib” jika diharmonisasikan dalam ranah hukum pidana yang bersifat mengatur maka kata “wajib” tersebut mengandung arti “hukuman”. Artinya, secara kebijakan kriminalisasi, Pemerintah dengan media hukum pidana-nya dapat menghukum anggota masyarakat yang dianggap tidak mendukung kebijakannya dalam penyalahgunaan dan peredaran gelap NAPZA.

* UU No. 22/1997 tentang NARKOTIKA :
“Pasal 66 :

Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia yang diberi tugas melakukan penyelidikan dan penyidikan tindak pidana narkotika, berwenang untuk menyadap pembicaraan melalui telepon atau alat telekomunikasi lain yang dilakukan oleh orang yang diduga keras membicarakan masalah yang berhubungan dengan tindak pidana narkotika.”

Penyadapan pembicaraan ini merupakan penambahan kewenangan Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia yang tercantum dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. Dalam konteks tindakan untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana adalah patut seorang penyidik melakukan penyadapan.

Menjadi masalah dari unsur pasal 66 diatas adalah tindakan penyadapan terhadap orang yang membicarakan masalah yang berhubungan dengan tindak pidana narkotika. Mengingat dalam penjelasannya Pasal 66 tidak membahas tentang penjelasan “pembicaran masalah” seperti apa yang dapat disadap, maka jika ditafsirkan menurut metode Interpretasi Gramatikal dan Interpretasi Restriktif, hal ini menjadi dualisme tersendiri bagi masyarakat awam. Satu sisi masyarakat dituntut untuk berperan dan membantu Pemerintah dalam mencegah dan memberantas NAPZA ilegal, disisi lain tindakan tersebut dapat dianggap sebagai tindak pidana.

“Pasal 87:

Barang siapa menyuruh, memberi atau menjanjikan sesuatu, memberikan kesempatan, menganjurkan, memberikan kemudahan, memaksa, memaksa dengan ancaman, memaksa dengan kekerasan, melakukan tipu muslihat, atau membujuk anak yang belum cukup umur untuk melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78, 79, 80, 81, 82, 83 dan Pasal 84, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp 20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).”

Unsur memberikan kesempatan, menganjurkan, memberikan kemudahan dalam Pasal 87 di atas merupakan unsur pasal menyangkut ketentuan batasan tindak pidana narkotika. Melalui Interpretasi Sistematis (Logis) dan Interpretasi antisipatif (futusritis), jika unsur pasal tersebut dikaitkan dengan kebijakan nasional penanggulan HIV dan Aids melalui pengurangan dampak buruk penggunaan narkotika psikotropika dan zat adiktif suntik sebagaimana diatur dalam Permenkokesra No. 02/Per/Menko/Kesra/2007, maka secara jelas dan tegas pasal 87 tersebut dapat dijadikan alasan penyidik (Kepolisian) untuk mempidanakan masyarakat.

Kesemua contoh adalah contoh dimana isi ketentuan UU No. 22/1997 tentang NARKOTIKA & UU No. 5/1997 tentang PSIKOTROPIKA diharmonisasikan dengan secara internal. Ketika kita akan mengharmonisasikan secara external yakni dengan mengkaitkan isi subtansi United Nation Convention Againts Illicit Traffict in Narcotic Drugs and Psychotropic Subs- tances tahun 1988 yang telah diratifikasi pemerintah dengan UU Nomor 7 tahun 1997 dan UU Nomor 8 Tahun 1996 tentang Ratifikasi Konvensi PBB tentang Psikotropika, maka akan ditemukan ganjalan-ganjalan sebagai berikut :

Pembahasan :

Kriminalisasi masyarakat dalam upaya pencegahan dan pemberantasan Napza ilegal merupakan masalah penting yang harus segera ditangani. Masalah hukum ini paling dirasakan oleh masyarakat dan membawa dampak yang sangat buruk bagi kehidupan bermasyarakat.
Kriminilisasi masyarakat dalam upaya pencegahan dan pemberantasan Napza ilegal pada akhirnya hanya menimbulkan persepsi masyarakat yang buruk mengenai penegakan hukum, menggiring masyarakat pada pola kehidupan sosial yang tidak mempercayai hukum sebagai sarana penyelesaian konflik.
Melihat penyebab kebijakan kriminalisasi masyarakat dalam upaya pencegahan dan pemberantasan Napza ilegal, maka prioritas perbaikan harus dilakukan pada aparat, baik polisi, jaksa, hakim, maupun pemerintah (eksekutif) yang ada dalam wilayah peradilan yang bersangkutan. Tanpa perbaikan kinerja dan moral aparat, maka segala bentuk kriminalisasi masyarakat akan me-lembaga dan akan terus berpengaruh dalam proses penegakan hukum di Indonesia.
Selain perbaikan kinerja aparat, materi hukum sendiri juga harus terus menerus diperbaiki.Selain mengharapkan peran DPR sebagai lembaga legistatif untuk lebih aktif dalam memperbaiki dan menciptakan perundang-undang yang lebih sesuai dengan perkembangan jaman, diharapkan pula peran dan kontrol publik baik melalui perorangan, media massa, maupun lembaga swadaya masyarakat.

* Ini adalah materi workshop untuk penyadaran hukum bagi para pecandu ... thanks to STIGMA .... Go To Fight !!!

Sabtu, 13 Februari 2010

Pengkhianatan Versus Diri Sendiri

Tak pernah tahu kapan datangnya pengkhianatan itu, hanya disaat tiba waktunya kita sadar siapakah yang telah terlihat jiwa dan karakter orang-orang yang pernah bersama kita.
Terlihat sekali dengan jelas orang-orang tersebut yang digapai hanyalah segenggam perbedaan kondisi ekonominya, ketika dia telah mendapatkannya dia seolah-olah merasa berkuasa dan lebih mampu diantara kita, namun tak pernah disadari bahwa ada kendaraannya dia menggapai perubahan itu yaitu sebuah kebersamaan kelompok kita, seiring dengan waktu terlihat jelasmotivasi orang-orang yang disekitar kita, hanyalah pemanfaatan untuk kepentingan pribadi bukan lagi untuk perjuangan yang pernah kita gaung dan cita-citakan bersama didalam sebuah kongres.
Inilah yang terjadi terhadap manusia-manusia yang ada didaerah kami, orang-orangnya hanya mempunyai motivasi pribadi yang rakus, tergambar olehku prilaku orang-orang tersebut, yang pertama dia tak mengerti apa-apa dan tak tahu informasi apapun karena memang ditutup informasi untuknya lalu aku membawanya dan mengenalkan kepada sebuah kelompok yang lebih besar dan memberinya informasi yang banyak hingga dia mampu mencari, berdiskusi, beragumentasi dan membuat programnya, namun kami masih mempercayainya karena masih menggunakan asas kebersamaan, sekali lagi seiring waktu berjalan dia mengkambing hitamkan didalam sebuah forum pemilihan seorang pemimpin baru dan penggantinya adalah orang yang tak pernah mengerti apa-apa mengenai perjuangan selain harta dan kekuasaan, ternyata dugaan kami terbukti pemimpin yang baru hanyalah orientasi pada kuasa dan uang dari hasil kegiatan yang diadakan oleh lembaga lain, tidak kegiatan yang dilakukan oleh pemimpin baru tersebut untuk menggapai perjuangan, kami menilainya inilah akibat melakukan stigma terhadap seorang pemimpin pecandu napza, stigma dan menjadi korban kambing hitam oleh komunitas sendiri, hingga kini tak ada perjuangan yang diperjuangkan olehnya. Ditambah lagi orang-orang yang mengikuti kami kini merasa lebih hebat dari pada berjuang dengan bersama-sama, sebab dia sudah mendapatkan tugas dari lembaga lain sehingga melupakan perjuangan diri kita. Inilah gambaran-gambaran pengkhianatan versus diri sendiri yang terjadi pada komunitas-komunitas yang ada disekitar kami, belum lagi orang-orang dan musuh-musuh sedang melakukan bombardir terhadap kami. Dan perjuangan ini berakhir karena banyaknya orang-orang bermuka dua didalam perjuangan ini.

DEFINISI
Ketagihan adalah perbuatan kompulsif (yang terpaksa dilakukan) dan keterlibatan yang berlebihan terhadap suatu kegiatan tertentu.
Kegiatan ini bisa berupa pertaruhan (judi) atau berupa penggunaan berbagai zat, seperti obat-obatan.
Obat-obatan dapat menyebabkan ketergantungan psikis saja atau ketergantungan psikis dan fisik.

Ketergantungan psikis merupakan suatu keinginan untuk terus meminum suatu obat untuk menimbulkan rasa senang atau untuk mengurangi ketegangan dan menghindari ketidaknyamanan.
Obat-obatan yang menyebabkan ketergantungan psikis biasanya bekerja di otak dan memiliki satu atau lebih dari efek berikut ini :
- mengurangi kecemasan dan ketegangan
- menyebabkan kegembiraan, euforia (perasaan senang yang berlebihan) atau perubahan emosi yang menyenangkan lainnya
- menyebabkan perasaan meningkatnya kemampuan jiwa dan fisik
- merubah persepsi fisik.

Ketergantungan psikis dapat menjadi sangat kuat dan sulit untuk diatasi.
Hal ini terjadi terutama pada obat-obatan yang merubah emosi dan sensasi, yang mempengaruhi sistim saraf pusat.

Untuk para pecandu, aktivitas yang berhubungan dengan obat menjadi bagian yang penting dalam kehidupannya sehari-hari, sehingga suatu bentuk ketagihan biasanya mempengaruhi kemampuan bekerjanya, proses belajarnya atau mempengaruhi hubungannya dengan keluarga dan teman.
Pada ketergantungan yang berat, sebagian besar fikiran dan aktivitas pecandu, tertuju pada bagaimana memperoleh dan menggunakan obat.
Seorang pecandu dapat menipu, berbohong dan mencuri untuk bisa memuaskan ketagihannya.
Pecandu memiliki kesulitan untuk berhenti menggunakan obat dan seringkali kembali kepada kebiasaannya setelah beberapa saat berhenti.

Beberapa obat-obatan menyebabkan ketergantungan fisik, namun ketergantungan fisik tidak selalu menyertai ketergantungan psikis.
Pada obat-obat yang menyebabkan ketergantungan fisik, tubuh menyesuaikan diri terhadap obat yang dipakai secara terus menerus dan menyebabkan timbulnya toleransi; sedangkan jika pemakaiannya dihentikan, akan timbul gejala putus obat.

Toleransi adalah kebutuhan untuk meningkatkan secara progresif dosis obat untuk menghasilkan efek yang biasanya dapat dicapai dengan dosis yang lebih kecil.

Gejala putus obat terjadi jika pemakaian obat dihentikan atau jika efek obat dihalangi oleh suatu antagonis.
Seseorang yang mengalami gejala putus obat, merasa sakit dan dapat menunjukkan banyak gejala, seperti sakit kepala, diare atau gemetar (tremor).
Gejala putus obat dapat merupakan masalah yang seirus dan bahkan bisa berakibat fatal.

Penyalahgunaan obat adalah lebih dari sekedar efek fisiologisnya.
Sebagai contoh, penderita kanker yang sakitnya diobati selama beberapa bulan atau beberapa tahun dengan opioid (misalnya morfin), hampir tidak pernah menjadi pecandu narkotik, meskipun mereka bisa menjadi tergantung secara fisik.
Penyalahgunaan obat adalah suatu konsep yang terutama diartikan sebagai gangguan fungsi perilaku dan penolakan oleh masyarakat/lingkungan.

Di Amerika Serikat, istilah medis drug abuse (penyalahgunaan obat) diartikan sebagai penyelewengan fungsi dan maladaptasi, bukan ketergantungan yang disebabkan oleh penggunaan obat.
Dalam bahasa sehari-hari, penyalahgunaan obat (drug abuse) sering diartikan sebagai:
- penggunaan obat ilegal untuk coba-coba dan untuk kesenangan
- penggunaan obat-obatan resmi untuk mengatasi masalah atau gejala tanpa resep dari dokter, dan
- penggunaan obat yang berakibat ketergantungan.

Penyalahgunaan obat terjadi pada semua kelompok sosial-ekonomi dan meliputi golongan pendidikan tinggi dan orang-orang profesional maupun mereka yang tidak berpendidikan dan tidak bekerja.

Meskipun penyalahgunaan obat memiliki efek yang kuat, tetapi emosi pemakai dan lingkungan dimana obat diminum, secara berarti akan mempengaruhi efeknya.
Sebagai contoh, seseorang yang merasa sedih sebelum meminum alkohol dapat menjadi lebih sedih sebagai efek dari alkohol.
Orang yang sama akan menjadi ceria bila meminumnya dengan teman yang senang.
Kita tidak selalu dapat memperkirakan dengan tepat, apa yang akan diakibatkan oleh obat pada orang yang sama setiap ia meminumnya.

Bagaimana terjadinya ketergantungan obat adalah rumit dan tidak jelas.
Proses ini dipengaruhi oleh zat kimia yang terkandung dalam obat, efek obat, kepribadian pengguna obat dan kondisi lainnya, seperti faktor keturunan dan tekanan sosial.
Perkembangan dari pemakaian coba-coba menjadi penggunaan yang sekali-sekali dan kemudian menjadi toleransi dan ketergantungan, belum begitu bisa dimengerti.

Banyak pemikiran mengenai istilah kepribadian pecandu.
Orang yang kecanduan sering merasa rendah diri, tidak dewasa, mudah frustasi dan memiliki kesulitan dalam menyelesaikan masalah pribadi dan kesulitan dalam berhubungan dengan lawan jenisnya.

Para pecandu mungkin mencoba untuk lari dari kenyataan yang digambarkan sebagai ketakutan, penarikan diri dan depresi.
Beberapa pecandu memiliki riwayat percobaan bunuh diri atau melukai dirinya sendiri.

Para pecandu kadang digambarkan sebagai pribadi yang tergantung, memerlukan dukungan dalam membina hubungan dan memiliki kesulitan menjaga diri mereka sendiri.
Yang lainnya memperlihatkan kegeraman yang jelas dan tidak disadari dan ekspresi seksual yang tak terkendali; mereka mungkin menggunakan obat-obatan untuk mengendalikan perilaku mereka.

Bukti yang ada menunjukkan bahwa sebagian besar dari ciri tersebut timbul sebagai akibat dari kecanduan jangka panjang dan bukan penyalahgunaan obat yang baru saja terjadi.

Kadang-kadang, anggota keluarga atau teman-teman bisa berkelakukan seakan-akan mengijinkan sang pecandu melanjutkan penyalahgunan obatnya atau alkohol; orang-orang ini disebut kodipenden (juga disebut pemberi ijin).
Kodipenden bisa membela sang pecandu untuk menghentikan penggunaan obat-obatan atau alkohol namun jarang mengerjakan sesuatu yang lain untuk membantu merubah perilakunya.

Anggota keluarga atau teman yang peduli seharusnya menganjurkan sang pecandu untuk berhenti menyalahgunakan obat dan masuk ke program pengobatan.
Bila sang pecandu menolak mencari pengobatan, anggota keluarga atau temannya tersebut bahkan bisa mengancam untuk menariknya dari pergaulan.
Pendekatan ini mungkin tampaknya kejam, namun dapat disertai dengan intervensi penuntunan secara profesional.
Hal ini dapat menjadi salah satu cara untuk meyakinkan sang pecandu bahwa perubahan perilaku harus dilakukan.

Pecandu yang hamil, akan mencemari janinnya dengan obat-obatan yang ia gunakan.
Pecandu yang hamil seringkali tidak mengakui pada dokter atau perawatnya bahwa ia menggunakan alkohol dan obat-obatan.

Janin tersebut bisa mengalami ketergantungan secara fisik.
Segera setelah lahir, bayi tersebut dapat mengalami gejala putus obat yang berat atau bahkan fatal, terutama jika dokter dan para perawat tidak mengetahui bahwa ibunya seorang pecandu.
Bayi yang selamat dari gejala putus obat bisa mendapat banyak masalah lainnya.


Obat-obat yang bisa menyebabkan ketergantungan.


Injecting drug user (IDU) pasien terapi buprenorphine banyak yang menyalahgunakan obat tersebut dengan cara menyuntikkan. Padahal obat ini seharusnya digunakan dengan cara oral, diletakkan di bawah lidah.

Buprenorphine, di kalangan IDU lebih dikenal dengan nama pasaran Subutex, adalah obat untuk terapi substitusi heroin. Pasien terapi buprenorphine adalah pengguna heroin yang sedang berusaha melepaskan ketergantungannya dari heroin. Penggunaan buprenorphine dengan dosis yang terus menerus mengecil akan mampu menghilangkan ketergantungan dari narkoba.

Menurut aturan pakai di bungkus obat maupun resep dari dokter, obat berbentuk pil ini harus dipakai dengan cara oral, dilarutkan di bawah lidah. Namun, bagi IDU yang sudah terbiasa mengonsumsi heroin dengan cara menyuntik, cara pakai tersebut dianggap tidak asyik. Maka, mereka menyalahgunakan dengan cara menyuntikkan dan mencampurnya dengan DJ (istilah untuk Diazepam di kalangan IDU), biasanya dikenal dengan valium merupakan sebuah turunan dari narkoba.

Salah satu pasien terapi buprenorhpine, Iwan, bukan nama sebenarnya, mengaku dia lebih senang menyuntik buprenorphine dibanding melarutkannya di bawah lidah. “Kalau pakai dengan cucaw (bahasa slang untuk menyuntikkan Narkoba), lebih ada sensasinya,” katanya.

Iwan yang pernah menggunakan heroin sejak 1998, sebelum beralih ke buprenorphine, mengaku menyuntikkan buprenorphine sebenarnya lebih sakit. Rasa obat juga tidak terasa dibanding kalau menggunakannya secara oral. Namun, dia melakukan itu karena belum bisa menghilangkan sugesti ketika pakai heroin.

Karena itu dia tetap saja menyuntikkan buprenorphine meski rasanya tidak seenak kalau dioral. “Yang penting kan bisa menghilangkan sakaw (rasa sakit ketika tidak menggunakan heroin),” ujarnya.

Iwan menggunakan Subutex sejak pertama kali obat tersebut dijual di Medan sejak sekitar 2004. Dari yang semula aktif menggunakan putaw, bahasa slang untuk heroin, Iwan kemudian beralih ke buprenorhpine. Kini dia memakai buprenorphine dengan dosis 2 ml untuk dua hari. “Saya bagi dua saja obatnya untuk dua hari,” katanya.

Dia tidak mau pakai methadone, obat jenis lain yang digunakan untuk substitusi heroin juga. “Percuma. Biasanya kalau pake methadone pasti masih pakai heroin,” katanya.

IDU lain, Agus, nama samaran, juga melakukan hal yang sama. Dia memilih menggunakan buprenorphine dengan cara menyuntik daripada cara oral.
“Dokter juga sudah tahu sejak awal kalau aku pakai dengan cara cucaw,” akunya ketika ditemui di depan Klinik Setia Budi Medan tempat dia membeli Subutex.
“Tapi dokter toh tidak melarang. Katanya yang penting aku tidak pakai putaw,” tambahnya.

Kini Agus menggunakan buprenorhine dengan dosis 2 ml per hari. Obat itu, yang menurut cara pakainya harus dioral, dia haluskan lalu dicampur air. Setelah disaring dengan kapas, air campuran buprenorphine itulah yang kemudian dia suntikkan ke urat.

Penyuntikan ke saraf ini berbahaya. Sebab, kalau tidak tepat pada saraf, maka obat itu akan mengakibatkan pembengkakan pada urat (abses).

Iwan mengaku tidak pernah mengalami abses karena dia menyuntik dengan bersih. “Kalau aku kan saring dulu agar ampas Subutexnya tidak ikut masuk ke urat,” katanya. Agus beda lagi. Sudah tak terhitung berapa kali dia mengalami pembengkakan di urat.

Tapi Agus cukup pakai kompres untuk menyembuhkan pembengkakan tersebut. “Paling dua hari sudah hilang bengkaknya,” kata Agus.

Pembengkakan merupakan salah satu dampak negatif penyalahgunaan buprenorphine. Toh, hampir semua pasien terapi buprenorphine ternyata melakukan itu, menyuntikkannya. “Aku yakin 85 persen IDU (pasien terapi buprenorphine) menyuntik daripada oral,” kata Agus.

Idham, petugas lapangan Pusat Informasi Kesehatan Reproduksi dan Jender (PIKIR), salah satu lembaga penanggulangan AIDS di Medan yang melaksanakan program harm reduction, antara lain dengan memberikan jarum suntik steril pada IDU, mengatakan hampir semua dampingannya adalah pengguna buprenorphine dengan cara menyuntik.

Idham yang bekerja untuk wilayah Medan, mengaku dampingannya adalah pengguna buprenorhpine dengan jarum suntik, bukan oral. Dia sudah memberikan informasi tentang dampak negatif penyalahgunaan tersebut, namun dampingannya tetap menyalahgunakan buprenorphine tersebut.

“Kami semua tidak perlu dikasih tahu dampak negatifnya. Kami semua sudah tahu. Tapi kami kan belum bisa menghilangkan sugesti,” kata Agus.

Penyuntikan Subutex bisa berakibat fatal. Selain pembengkakan juga bisa mengakibatkan pembuluh darah tertutup dan bisa mengakibatkan kematian.


Apa itu subutex ?
Buprenorphine, nama dagangnya adalah Subutex, digunakan untuk perawatan ketergantungan narkotik (opiate). Biasanya dijual dalam bentuk pil dan digunakan dengan dilarutkan dibawah lidah. Tujuan utamanya adalah mencegah gejala putus zat dari seseorang, dengan menstimulasi reseptor didalam otak. Subutex mempunyai reaksi yang lebih besar terhadap reseptor otak daripada obat-obatan yang lain seperti heroin dan methadone, menggantikan dan mengalihkan keinginan untuk menggunakan lagi.
Subutex sangat mengikat kuat ke reseptor, membuat dampak methadone dan heroin akan menjadi kecil atau tidak berdampak sama sekali. Obat ini umumnya digunakan untuk program perawatan narkotik dan di resepkan dengan dosis berbeda. Dampak dari subutex tak sebanyak dari opiate yang lain, memberikan perasaan “normal” kepada seseorang.

Dosis

Pengobatan awal: 0,8-4 mg sehari sebagai dosis tunggal, untuk penderita yang belum berhenti 1 dosis subutex paling tidak 4 jam setelah penggunaan terakhir atau bila gejala pertama ketagihan muncul; pasien yang mendapat methadone, dosis methadone harus dikurangi sampai minimum 30 mg/ hari sebelum pengobatan dengan subutex dimulai; subutex mungkin menyebabkan symptoms withdrawal pada pasien tergantung methadone

Efek samping
Subutex (buprenorphine) dapat menyebabkan ketergantungan. Jika penggunaan subutex tiba-tiba dihentikan, seseorang dapat mengalami gejala putus zat dan/atau adanya keinginan kambuh lagi dan menggunakan obat-obatan adiktif kembali. Subutex diatur dengan dosis harian 12mg sampai 16mg per hari.
Penggunaan Subutex tidak untuk sesekali. Ini digunakan untuk metode perawatan berkelanjutan dan akan berbahaya jika pemakaian diberhentikan terlalu cepat.
Jika digunakan dengan obat-obatan yang lain (anti dpresan, alcohol, obat dokter, dll), dampaknya akan menjadi tinggi dan menyebabkan resiko pada kesehatan secara serius. Subutex akan menyebabkan over dosis dan kematian, jika disuntikkan. Jangan menggunakan obat-obatan yang lain tanpa persetujuan petugas kesehatan saat menggunakan subutex.

Efek samping lain, termasuk :

Konstipasi, sakit kepala, insomnia, asthenia, mengantuk, mual dan muntah, pusing dan pingsan, orthostatik hipertensi, berkeringat


- Rasa kantuk
- Pusing
- Kelelahan
- Susah buang air
- Sakit kepala
- Mual/Muntah
- Pernafasan yang tersendat
- Perubahan mental
- Perubahan Mood (depresi)
- Gangguan perut
- Gangguan hati
- Urine berwarna lebih kuning
- Mata menjadi kuning
- Masalah kulit

- Masalah penglihatan
- Kematian yang terjadi dari over dosis

Ketergantungan Subutex
Kalsifikasi subutex sangat sedikit dari jenis opiate lain. Dan juga sangat mahal, dan menjadi mudah untuk didapat di black market. Faktor ini memberikan kontribusi dan memperkuat angka kecanduan terhadap subutex.
Dunia internasional sudah mulai merasakan akibat dari subutex, yang berkaitan didalam International Herald Tribune :
“Pengkonsumsian buprenorphine meningkat tiga kali lipat dari tahun 2000 ke 2004, sesuai Badan Kontrol Narkotik Internasional-UN, peningkatan 1.7 milliar DDD (defined daily dose), penegasan dosis harian dari data statistic pengkonsumsian obat WHO.
“Di beberapa Negara seperti Finlandia, pelaporan 2005 badan Finlandia mengatakan “penggunaan gelap buprenorphine sebagai pengganti opiate menjadi hal terpenting, sebagian pasar gelap, hampir menggantikan heroin.”
Faktanya buprenorphine harganya lebih murah dari heroin dan dapat diakses mudah di pengembangan pasar illegal yang ada di beberapa Negara. Contohnya, pembuatan buprenorphine di India, diselundupkan ke Nepal dan Sri Lanka juga Bangladesh, 90 persen dari Negara itu penggunaannya disuntikkan sesuai laporan tahun lalu dari UN Drug and Crime.

Perhatian

Hanya direkomendasikan untuk ketergantungan obat opioid, dapat menyebabkan depresi pernafasan bila dikombinasikan dengan benzodiazepin atau tidak digunakan sesuai petunjuk

Senin, 01 Februari 2010

Tentang METHADON


Methadone (Dolophine, Amidone, Methadose, Physeptone, Heptadon dan Masih Banyak Lagi Nama Persamaannya) Adalah Sejenis Sintetik Opioid yang Secara Medis Digunakan Sebagai analgesic (pereda nyeri), antitusif (pereda batuk) dan sebagai terapi rumatan pada pasien dengan ketergantungan opoid. Pertama kali dikembangkan di Jerman Pada tahun 1937. Meskipun Secara Kimia Berbeda Dengan Morphine Atau Heroin, Methadone Sama Halnya Dengan Ke dua Zat Tadi Sehingga Mempunyai Mekanisme Kerja yang Sama Pada Reseptor Opoid dan Karenanya Akan Menghasilkan Efek yang Sama. Methadone juga digunakan Sebagai Zat dalam Penanganan kasus-kasus nyeri kronis. Hal ini disebabkan Karena durasi kerjanya yang lama dan harganya yang Relative murah. Sekitar akhir tahun 2004, Biaya yang dibutuhkan untuk Menyediakan Kebutuhan Methadone Dalam Satu Bulan untuk Satu bulan adalah Sekitar $20. Hal ini Masih lebih murah jika dibandingkan dengan obat anti nyeri lainnya, misalnya Demerol (pethidine) yang Membutuhkan sekitar $120, Palladone (Hydromorphone), MS-Contin (Morphine), Duragesic (Fentanyl), Opana (Oxymorphone) yang Masing-masing Membutuhkan Sekitar $500 atau Lebih.
Methadone Mempunyai efek Toleransi silang yang baik dengan golongan opioid Lainnya seperti heroin atau morphine dan oleh Karenanya Methadone cukup Bermanfaat jika digunakan Sebagai Agen Rumatan Ketergantungan opoid. Selain itu juga Karena Waktu Paruh dan jangka kerjanya yang lama, akan membuat stabilisasi pasien lebih baik Sehingga Proses Kecanduan Terhadap opoid akan berkurang. Dengan Demikian Usaha-usaha pasien untuk mengkonsumsi substansi heroin, morfin atau obat sejenisnya melalui suntikan juga akan berkurang.

Sejarah
Methadone pertama kali dikembangkan di Jerman pada akhir tahun 1930an untuk mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan minimnya pasokkan opium mentah selama perang berlangsung. Opium mentah ini penting digunakan sebagai bahan baku morfin yang pada saat itu digunakan untuk keperluan di medan perang. Secara medis telah dilakukan uji coba oleh para ahli militer Jerman selama masa 1939-1940. Namun pada saat itu didapatkan hasil bahwa methadone ini mempunyai efek toksik dan efek ketergantunagn yang terlampau besar. Tidak ideal jika digunakan oleh tentara yang terluka di medan perang.
Obat ini selanjutnya diberikan nama Dolophine yang berasal dari bahasa latin dolor yang artinya nyeri. Kebanyakan obat untuk mengatasi rasa nyeri akan menggunakan DOL misalnya dipidolor (piritramide) dan dolantin (pethidine). Istilah ini tidak hanya dipakai di Jerman saja, namun juga dipakai di seluruh Negara di dunia. Ada rumor yang menyebutkan bahwa penamaan Dolophine adalah untuk menghormati pemimpin jerman pada saat itu, Adolph Hitler, sehingga diambil dari nama depan Hitler.
Pada Bulan September 1942, Bockmuhl dan Ehrhart mempatenkan substansi ini yang kemudian mereka sebut sebagai Hoecsht 10820 atau polamidon yang pada saat itu strukturnya tidak ada hubungannya dengan morfin atau alkaloid opoid.
Methadone diperkenalkan pertama kali di AS pada tahun 1947 oleh Eli Lilly sebagai sebuah analgesic. Pada saat itu diberikan nama dagang Dolophine, yang sekarang penamaan ini dipakai oleh Roxane Laboratories. Semenjak saat itu, methadone dikenal sebagai substansi penanganan rumatan kecanduan narkotik. Pada awalnya methadone banyak beredar di jalanan dan ternyata terbukti mengurangi efek sakau pada para pecandu. Pada saat itu methadone juga sudah dipakai di banyak rumah sakit. Secara resmi methadone mulai diperkenalkan sebagai rumatan kecanduan opoid/heroin semenjak dipublikasikannya sebuah penelitian oleh Prof Vincent Dole dari Rockefeller University di New York. Bersama-sama dengan koleganya, Marie Nyswander dan Mary Jeanne Kreek, mereka mulai mengenalkan konsep bahwa kecanduan adalah sebuah penyakit yang bisa disembuhkan. Sampai saat ini, terapi rumatan methadone telah banyak diteliti secara sistematik dan mempunyai cerita sukses yang banyak dan paling bisa diterima secara politis jika dibandingkan dengan model lainnya dalam penanganan farmakologi pada kecanduan opoid.

Farmakologi
Methadone bekerja dengen cara berikatan pada reseptor mu opoid, namun juga mempunyai ikatan kecil dengan reseptor NMDA ionotropic glumatamate. Methadone akan di metabolism oleh enzyme CYP3A4 dan CYP2D6 dengan variasi individual. Route utamanya adalah per oral. Efek sampingnya mulai dari hypoventilasi, konstipasi dan miosis. Namun juga kadang terjadi toleransi, dependensi dan withdrawl (sakaw). Gejala sakaw ini bisa lebih berat dibandingkan golongan opioid lainnya dan bisa terjadi kapan saja pada dua minggu sampai dengan enam bulan pertama.

Mekanisme Kerja
Methadone adalah agonis penuh tedahadp reseptor Mu Opioid. Methadone juga berikatan terhadap reseptor Glutamatergic NMDA (N-Methyl-D-Aspartate), yang mana akan bertindak sebagai reseptor antagonis terhadap glutamate.Glutamat adalah neurotransmitor pembangkit utama pada system saraf pusat. Reseptor NMDA ini empunyai peran yang sangat penting dalam menyampaikan pembangkitan jangka panjang dan pembentukan memori. Antagonis NMDA seperti dekstromethorpan, ketamin dan ibogaine saat ini sedang diteliti perannya dalam penurunan toleransi terhadap opoid dan kemungkinan untuk pengurangan toleransi stau withdrawal (sakaw). Pola kerjanya adalah dengan merusak sirkuit memori. Peran methadone sebagai antagonis terhadap NMDA ini lah yang memungkinkan metadhone berkerja dalam menurunkan kemungkinan sakaw dan toleransi obat. Peran ini juga penting dalam manajemen nyeri neuropathy.

Metabolisme
Methadone akan di metaboisme secara lambat dan mempunyai solubilitas lemak yang tinggi. Hal ini akan membuat methadone mempunyai efek kerja yang lebih lama dibandingkan dengan golongan morphine lainnya. Methadone memunyai waktu paruh antara 15 sampai 60 jam dengan rata-rata antara 22 jam. Namun metabolism ini juga bergantung pada variasi individual, tidak sama antara satu orang dengan orang lainnya. Variasi individual ini kemungkinan disebabkan oleh pengeluaran enzyme CYPA4 dan CYP2D6 yang berbeda juga pada masing-masing manusia. Waktu paruh yang lebih lama menyebabkan methadone mampu diberikan selang satu hari dalam terapi rumatan. Namun pada pasien yang mempunyai waktu paruh lebih singkat, kemungkinan akan memerlukan dua kalipemberian obat dalam waktu satu hari. Hal ini diperlukann untuk memberikan efek ikatan yang cukup pada reseptor Mu opoid sehingga akan mengurangi efek toleransi atau sakaw. Jika digunakan sebagai agent analgesic, mungkin memerlukan pemberian yang berulang dalam satu hari. Hal ini karena efek analgesic nya tidak selama efek ikatan dengn Mu Reseptor tadi. Jika terjadi efek toksi pada pemberian methadone, dapat diberikan naloxone, yang aman akan bekerja secara cepat untuk mem blok reseptor Mu opoid.

Rute pemberian
Rute pemberian yang paling sering digunakan adalah secara per oral dalam bentuk cairan. Methadone juga tersedia dalam bentuk pil sublingual (bawah lidah), namun bentuk methadone cairan merupakan bentuk paling umum yang paling banyak diproduksi oleh indistri farmasi. Bentuk cair ini juga memungkinkan pemberian dosis dengan lebih tepat jika dibandingkan dengan pil. Pemberian melalui perenteral (lewat suntikan misalnya) justru terbutkti tidak efektif, karena methadone akan terdapat dalam jumlah yang banyak dalam peredaran darah dan justru sebagaian besar akan masuk ke dalam jaringan lain terutama jaringan lemak dan akan bertendensi untuk berikatan di sana dibandingkan berikatan dengan reseptor Mu.

Efek samping
Efek samping yang dapat ditimbulkan antara lain :
* Hypoventilasi (depresi pernafasan)
* Konstipasi (penurunan kerja usus, sehingga akan menimbulkan sulit BAB)
* Pupil yang miosis (pupil berkontriksi, sehingga penglihatan menjadi kurang jelas teruta
pada tempat gelap)
* Nausea (Mual)
* Hipotensi
* Halusinasi
* Pusing
* Muntah
* Aritmia jantung (bunyi jaunting yang ireguler)
* Anoreksi (penurunan nafsu makan)
* Peningkatan berat badan
* Nyeri perut
* Xerostomia (mulut kering)
* Perspiration (keringat berlebih)
* Flushing (wajh memerah)
* Kesulitan BAK
* Pembengkakan pada tangan, dan kaki
* Perubahan mood
* Penglihatan kabur
* Insomnia
* Impotensi
* Ruam kulit
* Kejang
Jika dikombinasikan dengan obat lain akan berpotensi menimbulkan kematian.
Angka Kematian
Menurut penelitian yang dilakukan oleh National Centre for Health Statistic, terjadi peningkatan angka kematian karena methadone menjadi 3849 kasus jika dibandingkan 790 angka kematian pada tahun 1999. Sekitar 82% dari kematian tadi disebabkan karena penggunaan kombinasi dengan obat lain terutama golongan benzodiazepines.
Toleransi dan dependensi
Sama halnya seperti pengobatan dengan golongan opioid lainnya, toleransi dan dependensi biasanya akan muncul seiring dengan pemberian dosis yang berulang. Toeransi yang disebabkan karena efek fiiolois akan berbeda pada tiap-tiap individu. Toleransi terhaap analgesia biasanya akanmuncul pada minggu-minggu pertama penggunaan. Sedangkan hypoventilasi, sedasi dan mual-mual akan terjadi dalam 5-7 hari pertama. Biasanya efek ini akan hilang seiring dengan berjalannya wwaktu dan akan dipercepat dengan banyak mengkonsumsi makanan berserat atau suplemen makanan berserat.
Withdrawal (Sakau)

Gejala sakaw karena methadone diantaranya :
* Lakrimasi berlebih pada kelenjar airmata dan hidung
* Bersin-bersin
* Mual muntah
* Demam
* Kedinginan
* Tremor
* Takikardi (peningkatan denyut jantung)
* Nyeri dan sakit pada seluruh badan (terutama pada persendian)

Gejala sakaw ini mungkin akan lebih ringan dibandingkan dengan golongan morfin atau heroin lainnya pada dosis yang sama namun secara signifikan akan berlangsung lebih lama. Gejala putus obat atau sakau karena methadone bisa berlangsung selama beberapa minggu atau lebih (bandingkan dengan golongan opioid yang hanya 5-7 hari). Oleh karenanya akan sulit untukmelakukan detoksifikasi dengan methadone karena untuk memperoleh keadaan yang opiod free embutuhkan waktu yang lama dan biasanya akan menimbulkan masalah kesehatan baru bagi pasien progam rumatan. Seandainya pasien rumatan methadone ingin melakukan detoksifikasi maka dianjurkan untuk switch terapi ke buphrenorfin di mana buprenorphine mempunyai efek samping putus obat yang jauh lebih ringan. Secara umum, methadone adalah subtansi yang sangat ideal untuk rumatan tetapi tidak ideal untuk detoksifikasi.

Terapi Rumatan Methadone (MMT – Methadone Maintenance Therapy)

MMT akan mengurangi atau menghilangkan penggunaan heroin, mengurangi angka kematian dan mengurangi angka kriminalitas yang berhubungan dengan pemakaian heroin. Dengan demikian pasien mempunyai kesempatan untuk meningkatkan kualitas hidupnya dan meningkatkan produktivitasnya secara social. Secara lebih jauh lagi MMT berpotensi untuk mengurangi paparan berbagai macam infeksi yang disebabkan karena pemakaian jarum suntik bergantian. Prinsip utama rumatan methadone adalah untuk meniadakan keadaan sakaw (putus obat), meminimalkan gejala-gejala putus obat dan menghilangkan efek euphoria yang disebabkan heroin. Secara medis, rumatan methadone terbukti aman dan bahkan bisa diindikasikan juga pada pecandu perempuan yang sedang hamil.

Efek
MMT secara signifikan mengurangi laju penularan infeksi HIV. Pada dosis pemberian yang sesuai methadone akan mengurangi keinginan untuk menggunakan heroin. Secara lebh jauh lagi, dosis yangl= lebih tinggi (biasanya di atas 120 mg) akan membuat toloransi silang dan mampu mem blok efek euphoria opoid lain misalnya heroin. Hal ini akan menurunkan motivasi untuk kembali mengggunakan heroin.
Methadone mampu membukakan pilihan baru kepada pasien dari perilaku kecanduan menjadi perilaku mencari layanan kesehatan seperti keinginan untuk mendapatkan layanan psikologis, psikiatri dan perilaku mencari pengobatan terhadap infeksi apapun yang didapatkan (misalnya HIV dan hepatitis). Yang lebih penting lagi, methadone mampu meningkatkan produktivitas pecandu secara social sehingga berbagai masalah social yang timbul dapat diminimalisir atau bahkan dapat dihilangkan (seperti masalah pendidikan dan pekerjaan). Para pecandu yang mengikuti rumatan methadone dapat kembali menjalani kehidupan yang normal, meningkatkan kemampuan diri sendiri dan lebih jauh lagi mampu menolong teman sebaya dalam mengatasi masalah ketergantungan. Terapi rumatan berbasis methadone secara signifikan lebih efektif dan lebih hemat biaya jika dibandingkan dengan perawatan kecanduan tanpa pengobatan (no drug treatment).

Dosis
Sebagian besar pasien membutihkan dosis antara 80-120 mg untuk mencapai kadar terapi yang dibutuhkan. Ini diperlukan sampai kurun waktu yang belum bisa dibuktikan. Hal ini dikarenakan methadone bukanlah obat penyembuh. Methadone adalah obat untuk maintenance (rumatan). Yang perlu diingat adalah bahwa methadone tersebut “corrective not curative”. Dosis yang kurang kemungkinan tidak akan mampu menutup kebutuhan untuk mengkonsumsi heroin, sehingga dikhawatirkan masih aka nada keinginan untuk menggunakan heroin atau opiod lainnya.
Biasanya klinik rumatan akan memulai dengan dosis yang kecil untuk kemudian dosis ditingkatkan sesuai dengan kebutuhan pasien. Setelah semua efek samping bisa kita amati dan dipastikan tidak ada, dosis bisa mulai dinaikkan secara perlahan.
Contohnya, klinik biasanya akan mulai dosis 30 mg dan akan meningkatkan dosis dengan 5 mg perhari sampai pasien merasa bahwa dia cukup nyaman dengan dosisnya saat itu. Seandainya pasien merasa nyaman dengan dosis 80 mg, maka peningkatan dosis dihentikan dan untuk selanjutnya dosis dipertahankan 80mg. Namun observasi tetap harus dilakukan, karena kemungkinan masih akan muncul toleransi obat, sehingga mungkin dosis perlu dinaikkan lagi. Toleransi disini diartikan dengan respon alamiah tubuh ketika memerlukan dosis yang lebih tinggi.

Durasi
Meskipun sampai saat ini banyak perdebatan mengenai jadwal pemberian dan durasi yang diperlukan, penatalaksanaan terapi rumatan methadone di masih digunakan sebagai terapi jangka panjang sampai waktu yang tidak ditentukan, selama pasien masih memerlukan. Banyak faktor yang menentukan dosis pemberian. Secara umum, bisa dikatakan bahwa terapi rumatan adalah terapi berdasarkan gejala dan bukan terapi untuk penyembuhan. Jika dibandingkan dengan narkotik lainnya (morfin, hidrocodone, heroin), penggunaan methadone terbukti lebih aman (jika digunakan sesuai dengan arahan klinis) dan tidak menyebabkan kerusakan pada organ vital tubuh manusia (otak, hati, paru atau ginjal), meskipun telah dikonsumsi selama lebih dari 30 tahun.
Kunjungan Klinik
Methadone secara tradisional boleh disediakan bagi siapa saja yang mengalami ketergantungan opium di bawah pengawasan klinik methadone, biasanya dihubungkan dengan bagian pasien rawat jalan di rumah sakit, Walaupun berbeda-beda di tiap negara, sebagai contoh di australia, terapi rumatan methadone (MMT) disediakan secara gratis oleh subsidi dari pemerintah.
Di banyak negara-negara barat, dibutuhkan kesabaran untuk mengunjungi klinik secara harian sehingga mereka dapat dilakukan pengamatan mengenai dosis dan efek samping oleh perawat, Tetapi perawat mungkin akan mengizinkan pasien meninggalkan klinik dengan menyediakan ” dosis rumah” setelah beberapa bulan kunjungan klinik. Beberapa cara MMTdi beberapa negara justru membuat penghalang ke perluasan akses pada layanan terapi. Sebagai contoh, di australia, orang bisa diberikan resep oleh apotek di depan pelanggan lain. Hal ini dapat menghalangi kesudian masyarakat pada akses dikarenakan ketiadaan kerahasiaan. Dalam beberapa negara atau wilayah, hukum menetapkan syarat klinik MMT boleh menyediakan methadone untuk dibawa pulang oleh pasien paling banyak untuk persediaan satu minggu, (dua minggu di amerika serikat) kecuali pada keadaan tertentu pasien tidak mampu mendatangi klinik dikarenakan ada gangguan kesehatan atau lokasinya yang jauh, namun kondisi ini juga hanya bisa didapatkan setelah beberapa tahun klinik berjalan dengan hasil yang optimal.


Methadone adalah opiat syntetis yg di dalamnya mengandung Analgesik Dosis tinggi. Methadone adalah sarana pengalihan atau subtitusi bagi para Pecandu napza suntik yang Ketergantungan Opiat atau Heroin/ Putaw. Penggunaan Methadone juga sangat berguna untuk menekan Penyebaran virus menular yang di tularkan melalui jarum suntik seperti HIV HEP C dikalangan para idu 'injection drugs user'. Penggunaan Methadone dengan cara Oral juga sangat membantu untuk menghilangkan kebiasaan buruk Menyuntik di kalangan Pecandu napza suntik. Dengan adanya Program Therapy Rumatan Methadone sangat membantu bagi pecandu dalam mengatasi masalah Kecanduannya tersebut, Para Pecandu tidak lagi hanya memiliki pilihan Rehabilitasi atau berobat jalan, Namun kini PIlihan-Pilihan tersebut kini semakin bertambah dengan mengingat banyaknya Para pecandu napza suntik di negri ini.

Salah satu Therapy pengalihan Opiat atau heroin suntik adalah Methadone, Methadone kini Banyak Di konsumsi Secara aktif oleh para Pasien Ketergantungan opiat/ heroin untuk memenuhi kebutuhan adiksi mereka. Cara penggunaan Methadone dengan cara Oral sangat berperan dalam menekan penyebaran virus yg di tularkan melalui jarum suntik oleh para idu 'injection drugs user'. bukan hanya itu dari segi perekonomian methadone di nilai lebih ekonomis ketimbang para Pecandu harus membeli atau menggunakan Napza atau Heroin yg di jual di pasar gelap secara illegal.

Pelayanan Therapy rumatan Methadone kini Telah Banyak Hadir Di Kota-kota Besar dan di Beberapa Daerah yang Menjadi Titik konsentrasi massa idu 'Hot spot'. Pelayanan Therapy Rumatan Methadone kini dapat di akses di Pelayanan Kesehatan Pemerintah paling dasar yaitu Puskesmas kecamatan yang Di tunjuk menjadi SATELITE Therapy Rumatan Methadone yang di dalam Pelaksanaannya mendapatkan pengawasan langsung dari RSKO dan dinas-dinas Kesehatan terkait.

Banyak Pecandu Narkotika suntik Khususnya Pengguna Napza Suntik jenis Putaw, yang Beralih Subtitusi ke therapy Rumatan Methadone. Banyak Faktor dan Alasan Mengapa Para Pecandu Lebih Memilih Menggunakan Methadone Saat ini. Dengan Harga Therapy pengobatan yang Cukup Murah di Bandingkan Dengan Harga Heroin/Putaw yg Dijual Di Pasar Gelap, Serta Penggunaan Methadone Di Kalangan Pecandu Dapat Menjauhkan Mereka Dari Kebiasan Menyuntik Atau Pun Sheering Jarum Dan Dapat Juga Menghindari Mereka Para Pecandu dari Penyakit-Penyakit yang Ditularkan Melalui Penggunaan Jarum Suntik yang Tidak steril Seperti HIV Dan HEP C.

Banyak Pasien Therapy Subtitusi Methadone yang Sebelumnya Sudah Banyak Menjani Therapy-therapy Pengobatan Untuk Memulihkan Penyakit Kecanduan yang Sudah Lama Mereka Derita, Seperti Panti Rehabilitasi Kecanduan Napza Sampai Pengobatan Alternatif ala Pesantren Kerap kali Di ikuti Para Pecandu yang Kecanduan Heroin/Putaw. Namun Pengobatan-pengobatan yg Telah dijalani Tersebut Dapat Menjadi Bias Ketika Kami para Pecandu Kembali RELAPSE atau Kambuh/ aktif Kembali Mengkonsumsi Putaw. Semua itu dapat terjadi di karnakan ke tidak sinkronasian antara apa yg menjadi keinginan Pecandu dengan apa yang diinginkan oleh pihak Keluarga Pecandu biasanya. Hal tersebut terjadi di karnakan ketidak siapan dan ketidak sungguh-sungguhan Pecandu tersebut untuk menghentikan diri mengkonsumsi Putaw , Dan Hal seperti ini dapat terjadi jika memang Pecandu tersebut sudah terlampau aktif mengkonsumsi Putaw dalam Dosis yang cukup Tinggi, yang mengakibatkan sulitnya Pecandu tersebut untuk berhenti dari kecanduan akan Opiat. Bagi Pengguna Putaw dengan Dosis yg cukup tinggi sangat lah sulit bagi mereka untuk memutuskan zat di dalam tubuh mereka begitu saja, Rasa sakit yg teramat sangat cukup menyulitkan Pecandu dengan Dosis yg tinggi dapat Berhenti langsung Memutus zat ke dalam tubuh mereka, itu sulit rasanya untuk dapat di lakukan bagi Pecandu Putaw Dengan Dosis tinggi. Namun, Dengan adanya Therapy Pengalihan/ Subtitusi Methadone, Para pecandu Pengguna napza suntik Aktif Dengan dosis yang cukup Tinggi dapat menghentikan pemakaian penggunaan Heroin secara suntik dengan langsung MENGALIHKANNYA ke Therapy Subtitusi Methadone, dan Proses Transisi pengalihan dari penggunaan Heroin aktif ke Therapy Subtitusi Methadone tidak menimbulkan rasa sakit atau SAKAW/ gejala putus zat, pada saat proses penyesuaian dosis.

Methadone memiliki dampak-dampak Positif bagi kehidupan para Pecandu idu yg menggunakan therapy tersebut, Methadone secara signifikan dapat merubah perilaku Para Pecandu napza Suntik menjadi Lebih Positif, itu semua dapat di nilai dari Perubahan perilaku yg di lakukan oleh para pecandu napza suntik yang beralih ke Methadone. Methadone membuat para penggunanya menjadi lebih Produktif, aktif, dan kreatif di dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Dan Methadone juga merubah perilaku-perilaku buruk yg kerap di lakukan pecandu pada saat masih mengkonsumsi napza gelap, para pecandu yg beralih ke Therapy Methadone kini tidak lagi di sibukkan oleh urusan kebutuhan uang untuk memenuhi kebutuhan Kecanduan mereka, dengan begitu mereka tidak lagi memaksakan diri untuk mendapatkan uang dengan cara Kriminal, Dengan begitu pula tingkat Kriminalitas di kalangan Pecandu napza suntik dapat menurun.

Therpy Subtitusi Rumatan Methadone, bagi pengguna napza suntik yang beralih ke therapy tersebut, Menjadi awal Titik balik bagi kehidupan mereka. Methadone membuat penggunanya lebih aktif beraktifitas, Produktif, serta Kreatif dalam menjalani kehidupan. Hal ini dapat di lihat dari banyaknya Pasien Pengguna Therapy Rumatan Methadone yang aktif berkegiatan bekerja, bersosialisi, dan berorganisasi. Banyak Pengguna Therapy Subtitusi Methadone kini aktif bekerja dan berkegiatan setiap harinya, yang sebelumnya mereka tidak bisa melakukan hal-hal tersebut di karnakan faktor kecanduan yg mengikat kehidupan mereka. Methadone memberikan Harapan yang pasti dan Positif tentunya bagi para pecandu napza suntik bagi kehidupan dan masa depan mereka. Kecanduan opiat tidak lagi Menjadi Hambatan Bagi Pecandu untuk tidak mengejar cita-cita, Kecanduan Heroin tidak lagi menjadi halangan bagi para PEcandu untuk tidak berkreatifitas, Kecanduan tidak lagi Menjadi Beban sebagai penghalang bagi para Pecandu untuk meningkatkan produktifitas kehidupan.

By Redaksi : http://www.methadonesia.webs.com/

By : redaksi http://napzaindonesia.com

Yogyakarta
– Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menempati peringkat kedua dalam penyalahgunaan narkoba dengan pengguna sebanyak 8.980 orang dari jumlah populasi usia 10-64 tahun sebanyak 2.537.100 jiwa.

“Peringkat tersebut di bawah DKI Jakarta dengan jumlah pengguna narkoba sebanyak 286.494 orang dari jumlah penduduk 6.980.700 jiwa,” kata Direktur Narkoba dari Polda DIY Kombes Pol Edi Purwanto pada dialog publik upaya penanggulangan dan pencegahan penyalahgunaan narkoba, di Yogyakarta, Rabu (2/12).

By : redaksi http://napzaindonesia.com

Jakarta – Ibu Negara Ani Yudhoyono, tidak setuju jika masih digunakannya cara-cara represif kepada para pengguna narkotika, psikotropika dan zat adiktif (NAPZA).

“Seharusnya para pengguna narkoba ditempatkan di panti-panti rehabilitasi dan bukan penjara,” ujar Ani Yudhoyono saat peluncuran Aksi Peduli Anak Bangsa Bebas Narkoba di Central Park Podomoro City, Jakarta, Sabtu (30/1).

Menurut Ani Yudhoyono, melalui panti panti rehabilitasi para pengguna NAPZA (narkoba) akan mendapatkan bimbingan untuk bisa kembali ke tengah masyarakat.

Ani Yudhoyono juga meminta agar masyarakat bisa menerima para pengguna NAPZA kembali dan bukan menjauhi atau mengucilkan.

Menurut Ani, narkoba menjadi ancaman serius, bahkan kini Indonesia bukan lagi menjadi konsumen, namun sudah menjadi produsen.

“Hal ini terbukti dengan ditemukannya industri rumahan ekstasi dan shabu shabu di beberapa tempat,” ujar Ani.

Ani juga menyoroti penyalahgunaan narkoba di kalangan pelajar yang menurutnya dapat mempengarui kualitas generasi penerus bangsa.

Ani berharap agar remaja atau pemuda berani mengatakan tidak pada narkoba “tidak ada tempat untuk narkoba”.(Gen)


http://napzaindonesia.com/ani-yudhoyono-tolak-penjarakan-pecandu.html

By : redaksi http://napzaindonesia.com

Jakarta - Perang terhadap peredaran narkoba di Indonesia akan terus dilakukan. Namun Polri akan merubah kebiasaan represif yang selama ini dilakukan, menjadi cara-cara persuasif.

“Pendekatannya tidak lagi represif. Kami mencoba merangkul para pecandu untuk diajak bicara,” ujar Kapolri Jenderal Bambang Hendarso Danuri saat peluncuran Aksi Peduli Anak Bangsa Bebas Narkoba di Central Park Podomoro City, Jakarta, Sabtu (30/1).

Menurut Kapolri, dengan melakukan pendekatan persuasif maka pihaknya akan lebih memahami persoalan di lapangan dan hal ini tidak bertentangan dengan UU no.35 tahun 2009 tentang Narkotika.

Meski merubah cara pendekatan Kapolri menegaskan bahwa aparat akan tetap menindak tegas produsen dan pengedar narkoba.

“Tidak ada kata ampun, kami akan tegas dalam menindak,” tegas Bambang Hendarso Danuri.

Pendekatan persuasif ditindaklanjuti melalui kerjasama Polri dengan berbagai pihak, diantaranya Kementerian Koordinator Kesra, Kementrian Negara Pemuda dan Olah raga, serta organisasi kepemudaan.

Salah satu dari bentuk kerjsama ini adalah dengan memberi media penyaluran bagi mereka yang sudah direhabilitasi. “..agar tidak kembali kepada kegiatan lamanya..” ungkap jenderal yang akrab dipanggil dengan sebutan BHD ini.

Selain Kapolri, dalam peluncuran Aksi Peduli Anak Bangsa Bebas Narkoba ini hadir pula Menpora Andi Mallarangeng, Menteri Pemberdayaan Perempuan Linda Gumelar, serta Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo.(Gen)

http://napzaindonesia.com/kapolri-polri-segera-ubah-cara-menangani-pecandu.html