Bongkar Tirani

Grab this Headline Animator

Bongkar Tirani

Kalau "air mata" diserahkan kepada rakyat... Tapi... kalau "mata air" diambil oleh penguasa... Kapan "air mata" itu hilang dari mata rakyat? ataukah abadi selamanya karena kerakusan penguasa?

Subscribe
Add to Technorati Favourites
Add to del.icio.us
Senin, 31 Agustus 2009

Malam Pertama Seorang Pengantin

Satu hal sebagai bahan renungan Kita...

Tuk merenungkan indahnya malam pertama
Tapi bukan malam penuh kenikmatan duniawiah semata
Bukan malam pertama masuk ke peraduan Adam Dan Hawa

Justeru malam pertama perkawinan kita dengan Sang Maut
Sebuah malam yang meninggalkan isak tangis sanak saudara
Hari itu...mempelai sangat dimanjakan
Mandipun...harus dimandikan
Seluruh badan Kita terbuka...
Tak Ada sehelai benangpun menutupinya...
Tak Ada sedikitpun rasa malu...
Seluruh badan digosok Dan dibersihkan
Kotoran dari lubang hidung dan anus dikeluarkan
Bahkan lubang - lubang itupun ditutupi kapas putih...
Itulah sosok Kita....
Itulah jasad Kita waktu itu

Setelah dimandikan...,
Kitapun kan dipakaikan gaun cantik berwarna putih
Kain itu...jarang orang memakainya...
Karena bermerk sangat terkenal bernama Kafan
Wewangian ditaburkan ke baju Kita...
Bagian kepala..,badan. .., Dan kaki diikatkan
Tataplah.... tataplah...itulah wajah Kita
Keranda pelaminan... langsung disiapkan
Pengantin bersanding sendirian...

Mempelai di arak keliling kampung bertandukan tetangga
Menuju istana keabadian sebagai simbol asal usul
Kita diiringi langkah gontai seluruh keluarga
Serta rasa haru para handai taulan
Gamelan syahdu bersyairkan adzan dan kalimah Dzikir
Akad nikahnya bacaan talkin...
Berwalikan liang lahat..
Saksi - saksinya nisan-nisan. .yang telah tiba duluan
Siraman air mawar..pengantar akhir kerinduan

Dan akhirnya... Tiba masa pengantin...
Menunggu Dan ditinggal sendirian...
Tuk mempertanggungjawab kan seluruh langkah kehidupan
Malam pertama bersama KEKASIH...
Ditemani rayap - rayap Dan cacing tanah
Di kamar bertilamkan tanah...
Dan ketika 7 langkah telah pergi...

Kitapun kan ditanyai oleh sang Malaikat...
Kita tak tahu apakah akan memperoleh Nikmat Kubur...
Ataukah Kita kan memperoleh Siksa Kubur...
Kita tak tahu...Dan tak seorangpun yang tahu...
Tapi anehnya Kita tak pernah galau ketakutan...
Padahal nikmat atau siksa yang kan kita terima
Kita sungkan sekali meneteskan air mata...
Seolah barang berharga yang sangat mahal...


Dan Dia Kekasih itu..Menetapkanmu ke Syurga...
Atau melemparkan dirimu ke neraka...
Tentunya Kita berharap menjadi ahli Syurga...
Tapi....tapi ....sudah pantaskah sikap kita selama ini...
Untuk disebut sebagai ahli Syurga

Sahabat...mohon maaf...jika malam itu aku tak menemanimu
Bukan aku tak setia...Bukan aku berkhianat...
Tapi itulah komitmen azali tentang hidup dan kehidupan
Tapi percayalah.. .aku pasti kan mendo'akanmu...
Karena ...aku sungguh menyayangimu...
Rasa sayangku padamu lebih dari apa yang kau duga

Aku berdo'a...semoga kau jadi ahli Syurga. Amien
Sahabat..... , jika ini adalah bacaan terakhirmu
Jika ini adalah renungan peringatan dari Kekasihmu

Ambillah hikmahnya...
Tapi jika ini adalah salahku...maafkan aku...
Terlebih jika aku harus mendahuluimu...
Ikhlaskan Dan maafkan seluruh khilafku...
Yang pasti pernah menyakiti atau mengecewakanmu...

Kalau tulisan ini Ada manfaatnya...
Silakan di print out Dan kau simpan sebagai renungan...
Siapa tahu ...suatu saat kau ingat padaku
Dan...aku tlah di alam lain...
Satu pintaku padamu...

Tolong do'akan aku...

====My Quran======

Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.(QS 103:1-3)

Orang Yang Tidak Melakukan Sholat:

Subuh: Dijauhkan cahaya muka yang bersinar.

Dzuhur: Tidak diberikan berkah dalam rezekinya.

Ashar: Dijauhkan dari kesehatan/kekuatan.

Maghrib: Tidak diberi santunan oleh anak-anaknya.

Isyha: Dijauhkan kedamaian dalam tidurnya.


Sekarang anda mempunyai 2 pilihan:

1) Biarkan dalam offline msg anda. ATAU ......

2) Forward ke sejumlah orang yang anda kenal dan Insya- Allah , ridha Allah akan dianugerahkan kepada setiap orang yang anda foward.
Maaf bagi yang tidak berkenan....

Kamis, 20 Agustus 2009

Ribut dan ribut terus..., Artikel 86#




















Hari-hari telah dikuasai iblis, yang ada hanya keributan diantara kita...
Tak pernah lagi terselesaikan dengan diam, sebab berkata-kata hanya akan melahirkan kesakitan jiwa...
Aku harus mengerti, memaksa menjali hari dengan keterpaksaan, mengikuti budaya dan norma-norma yang tak pernah seimbang dengan prilaku kemanusiaan...
Hanya melahirkan dendam-dendam baru dalam jiwa, manusia yang terkekang oleh kebebasannya...
Hari-hari hanya ada bentrokan diantara kita, tak pernah selesai didalam mengendalikan emosi manusia yang tersingkir...
Kini aku hanya bisa berlari..., menghindar dari terjangan senjata...
Para penguasa telah membunuh diantara kami melalui sistem yang tidak adil, mengorbankan diantara kami, menggusur tempat tidur kami, melenyapkan ladang makan kami, melakukan teror terhadap kelemahan diantara kami dan yang terjadi selalu dengan pertumpahan darah...
Ribut dan ribut terus, senangnya diantara kita, penguasa dan kami selalu bertengkar didalam menyelesaikan permasalahan kehidupan bangsa.
Kini aku terus berlari, menyingkir dari penculikan anak bangsa, hari-hari terus dihantui dengan perselisihan yang tiada henti, kami hanya ingin bermimpi dan bertahan hidup ditanah yang kami miliki sekarang ini, dan jangan terus-menerus melakukan perampasan hidup jiwa-jiwa kami...!!!

PERNYATAAN FORUM PENGGUNA NAPZA SE-ASIA PASIFIK

PRE CONGRESS ICAAP IX
SANUR BEACH HOTEL, 8 AUGUST 2009

Forum komunitas pengguna napza dengan jelas mengetahui bahwa berbagai persoalan politik dan ekonomi global terkait kebijakan napza adalah hal mendasar sebagai akar penyebab yang berdampak buruk pada berbagai aspek sosial, ekonomi, budaya, dan kesehatan secara global.

1. Adanya dominasi Negara Adidaya melalui kesepakatan-kesepakatan internasional dan regional untuk menekan negara-negara Asia Pasifik dalam mengarahkan kebijakan Napza;

2. Kesepakatan internasional yang dibuat berdasarkan kepentingan politik ekonomi negara-negara tersebut menjauhkan pemakaian Napza dari konteks sosial budaya Asia Pasifik.

3. Dampak terburuknya adalah pemenjaraan, pemerasan, penyiksaan, penyalahgunaan wewenang oleh aparat negara kepada rakyat (pelanggaran HAM) atas nama pengendalian Napza

4. Maka, kami Pengguna Napza se-Asia Pasifik dengan ini menyatakan untuk reformasi kebijakan Napza:

a. Terutama menuntut pembenahan kesalahan dalam Konvensi PBB tahun 1961 tentang Obat-obat Narkotika sehingga menghormati HAM dan konteks budaya setempat.

b. Menuntut pemerintah untuk mengambil tindakan serius untuk mengubah peraturan perundangan saat ini yang sekedar melarang menjadi peraturan perundangan yang menghormati pengguna napza sebagai manusia setara

5. Kami menuntut kepada pemerintah se-Asia Pasifik untuk bertanggungjawab terhadap penyediaan layanan publik yang terkait Napza sehingga menjadi layanan yang berkesinambungan, sesuai dengan budaya dan kebiasaan setempat.

6. Kelompok Pengguna yang terorganisir harus membangun aliansi dengan gerakan-gerakan sosial-politik setempat sebagai basis akar rumput yang bersatu melawan kampanye hitam “Perang terhadap Narkoba”

Jumat, 14 Agustus 2009

Melukai hari, Artikel 85#

Melukai hari-hari dengan segala tindak-tanduk para pejabat negeri ini, sebuah event yang mengakhiri masa jabatan para anggota DPRD dengan pesta dangdutan didalam gedung DPRD dan parahnya lagi itu semua disetujui oleh ketua DPRD, padahal itu adalah gedung rakyat yang nota bene seharusnya membuat peraturan-peraturan daerah demi kepentingan rakyat. Namun gedung rakyat tersebut dijadikan tempat maksiat oleh para wakil rakyat, bukankah itu melukai hati rakyat? bbelum lagi ketika para pejabat itu masih menjabat terus melukai rakyat setiap harinya, dimana penggusuran rumah, penggusuran pedagang kaki lima dan bahkan mengkriminalkan para kelompok minoritas yang hidup didalam pekerjaannya, seperti menjadi pekerja seks komersil dan membunuh kelompok pengguna napza dengan gembar-gembornya "perang melawan narkoba" hari-hari rakyat dilukai oleh penguasanya sendiri, sebab para penguasa hanya memntingkan para pelaku kapitalis meskipun harus mengorbankan rakyat dengan barang dagangan yang sangat membahayakannya.
Penguasa yang dipilih rakyat tak pernah lagi memntingkan kepentingan rakyat terutama kelompok-kelompok minoritas yang sangat rentan dari ketidakadilan, mereka selalu membangun opini bahwa kelompok minoritas tak pernah bermoral, pertanyaannya adalah, apakah para pengambil kebijakan mensejahterakan rakyat melindungi kelompok-kelompok minoritas? lalu siapakah yang tidak bermoral kenapa selalu kami yang dikait-kaitkan dengan moral???
ketika kesejehateraan tidak merata banyak diantara kami melakukan apapun demi bertahan hidup tapi ada juga diantara kami melakukan perlawanan untuk merebut kembali hak-haknya yang telah dirampas, dirampok demi kepentingan para penguasa dan pelaku kapitalis.
Ini sangat ironi sekali tanah kami yang subur, lautnya yang kaya raya namun hanya dapat dinikmati oleh orang-orang yang sudah kaya-raya, tapi mengapa kami tak pernah dapat menikmatinya?
Kesenjangan antara miskin dan kaya semakin tinngi, ketidak adilan dan pelanggaran hak azasi manusia terus terjadi terhadap kelompok-kelompok minoritas, sebuah ironi dan bahkan dijadikan budaya oleh para penguasa negeri ini agar kami sebagai anak bangsa pasrah dengan keadaan, padahal diantara kami tahu bahwa ini semua tak akan terjadi bila sistem perundang-undangan berpihak kepada kami.
Bagi siapa saja yang tahu, yang melihat jangan hanya diam sebab diam adalah mati, kita harus melawan membongkar tirani dan budaya yang telah ciptakan yang semakin tidak menghargai hak azasi manusia, yang kita lawan adalah kebijakan-kebijakan negeri ini harus dirubah, diamandemen agar setiap kebijakan yang dikeluarkan tidak lagi melukai hari-hari rakyat dan kaum minoritas yang sama-sama hidup dibumi pertiwi ini, jangan hanya mengikuti hanya karena dapat ikut menikmati kue-kue yang dibuat dengan cara melukai hati kami!!!

Senin, 10 Agustus 2009

kehidupanku untuk hidup, Artikel 84#



















Kehidupanku yang aku jalani memang penuh dengan kontroversial dengan norma-norma masyarakat kita dan selalu bersentuhan dengan hukum, setiap tindakan yang aku lakukan adalah semata-mata aku hanya untuk bertahan hidup dari sistem negeri ini yang tak pernah berpihak terhadap kelompok-kelompok minoritas, hari-hariku dengan kriminalitas berhadapan dengan hukum massa yang siap membunuh kehidupan orang-orang sepertiku...
Kesjahteraan jauh dari harapan, mimpi-mimpi tak pernah tercapai karena terkekang dan dibungkam secara paksa oleh sistem perundang-undangan yang tak pernah mensejahterakan, bahkan semakin mengkriminalkan masyarakat yang hidup selalu bersama dunia kegelapan.
Aku menolak mengikuti sosial dan budaya yang ada di negeri ini, bahkan aku melawwan dengan cara-caraku meskipun aku akan berhadapan dengan kematian dengan hukum yang siap membunuhku...
Aku menjalaninya hanya untuk bertahan agar aku tetap survive dari kejamnya kehidupan ini, maka wajarlah diantara kamipun melakukan kekejam sebagai bentuk perlawanan. Anarkisme tak pernah jauh dariku.
Kami akan berubah ketika hak-hak kehidupan kami dan hak-hak yang melekat kepada kami tak pernah dirampas oleh para penguasa. Bila tidak pernah terjadi perubahan maka kamipun akan melakukan perlawanan dengan cara-cara kami meskipun cara-cara kami bertahan hidup bertentangan dengan budaya yang ada dinegeri ini.
Lalu apa yang kami inginkan? yang kami inginkan adalah jangan pernah lagi merampas hak-hak yang sudah melekat terhadap kehidupan kami.
Harus berapa ribu orang lagi yang terbunuh karena tak pernah mendapatkan haknya?
Kami menuntut... kami melawan sebab kami juga ingin hidup seperti kalian yang bisa menikmati semua kehidupan... kami tak pernah minta lebih kami hanya ingin sejahtera dan damai, hidup berdampingan dengan kesataraan yang sama, tidak ada lagi yang timpang diantara kita, mari kita nikmati bersama segala potensi alam yang ada dinegeri ini dan jangan lagi hanya kalian saja dapat menikmati sementara diantara kami kekurangan, maka diantara kami banyak yang melakukan tindakan-tindakan anarkisme dan kriminalitas. Kehidupanku hanya untuk bertahan hidup dan juga sebagai bentuk perlawanan dari ketidakadilan ini.!!!

Sabtu, 08 Agustus 2009

Saatnya Bertindak

“...serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia….” (Pembukaan UUD 1945)Adalah hak setiap warga Negara untuk memperoleh perlakuan yang sama di depan hukum. Sebuah Eksistensi Negara, dalam rangka melindungi segenap warga negaranya tanpa adanya diskriminatif, dengan menjunjung harkat dan martabat manusia dan kemanusiaan, kemudian lantas dipertanyakan.Tidak terkecuali bagi mereka korban sistem dari peredaran NAPZA di Indonesia. Dalam satu sisi harus menderita akibat diskriminasi dari masyarkat dan kekerasan/pemerasan oleh aparat penegak hukum yang seharusnya melindungi setiap warga negaranya, dan sisi lain menjadikan pengguna NAPZA sebagai “obyek dagangan.” Adalah sebuah fakta ketika bagian! dari warga negara ini (pengguna NAPZA) selalu disingkirkan dari masyarakat dan didiskriminasi, diperas, ditempatkan pada posisi yang berbahaya tanpa sebab, dimasukkan ke dalam penjara, digambarkan sebagai setan, dan dianggap membahayakan serta tidak berguna. Sisi diskriminasi lainnya adalah bagaimana seorang warga negara yang berlabel pengguna NAPZA ini sulit mendapatkan akses pendidikan, kesehatan, hukum, pekerjaan. Ini tidak lepas dari Undang-Undang Narkotika dan Psikotropika yang menempatkan pengguna NAPZA sebagai kriminal. Lihatlah misalnya UU No.22/1997 tentang Narkotika Pasal 82 (1): “Barang siapa tanpa hak dan melawan hukum : a. mengimpor, mengekspor, menawarkan untuk dijual, menyalurkan, menjual, membeli, menyerahkan, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, atau menukar narkotika Golongan I, dipidana dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).”Pasal ini selain mengatur mengenai pengedar, termasuk juga pembeli (konsumen). Pertanyaanya kemudian adalah kenapa tidak ada pembedaan antara penjual dan pembeli?Kemudian Pasal 85: “Barang siapa tanpa hak dan melawan hukum : a. menggunakan narkotika Golongan I bagi diri sendiri, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun.”Ini salah satu pasal yang paling banyak digunakan pihak kepolisian, kejaksaan dan pengadilan dalam proses hukum di negara Indonesia. Pasal inilah yang menjadi representatif dalam pengkriminalan terhadap penyalahguna narkotika. Bukankah Drug User (Pengguna NAPZA) adalah korban? Tentu ini bukan masalah parsial yang terpisah satu dengan yang lainnya. Sebuah pertanyaan substansial ketika peredaran NAPZA di Indonesia khususnya, masih begitu marak walaupun digembar-gemborkannya tentang “War on Drugs” (perang terhadap NAPZA). Tapi yang ada kemudian adalah bukan NAPZA-nya yang diperangi, melainkan penggunanya. Ini ibarat memerangi kemiskinan, dengan menggusur PKL dan perumahan rakyat karena dianggap representasi dari sebuah kemiskinan. Kenapa tidak muncul pertanyaan di benak para penyelenggara negara ini, kenapa bukan yang diperangi adalah penyebab dari banyaknya peredaran gelap NAPZA itu sendiri? Sebuah konsekuensi logis tentunya kemudian adalah, apakah berani juga kemudian pemerintah memerangi sistem yang ada? Sistem yang menyebabkan tidak terkontrolnya laju peredaran NAPZA di negeri ini. Kalau memang peredaran NAPZA seperti disebutkan BNN terus diupayakan pemberantasan peredarannya, lantas kenapa semakin banyak juga korban dari peredaran barang ini. Kampanye BNN sebagai implementator kebijakan NAPZA yang “War on Drug.” Pendekatan-pendekatan yang represif dan tidak berperspektif korban, tidak mampu memberantas peredaran Napza di negeri ini. Yang dilakukan malah memberantas korbannya dan menggiring korban NAPZA ke dalam penjara serta memberikan peluang-peluang baru bagi korban NAPZA maupun orang yang tidak menggunakan (masuk penjara karena dijebak) untuk terlibat lebih jauh dengan permasalahan Napza di penjara. Faktanya, peredaran gelap NAPZA di penjara tidak terbendung dan bahkan sipir terlibat sebagai pemasok NAPZA di penjara. Artinya penjara tidak menyelesaikan masalah bagi korban. Penjara adalah peluang bagi korban untuk terlibat lebih jauh dalam penggunaan NAPZA. Apakah pemerintah sudah melakukan penelitian efektivitas penjara bagi pengguna NAPZA? Seberapa besar jumlah orang yang kembali terlibat dengan NAPZA setelah keluar penjara ? Sekali lagi, ini artinya penjara tidak efektif bagi korban NAPZA. Dalam UU No.22 Tahun 1997 Tentang Narkotika pasal 47 dikatakan bahwa hakim dapat memberikan vonis rehabilitasi. Artinya dalam satu sisi, undang-undang itu pun mengakui bahwa korban NAPZA adalah orang sakit yang harus disembuhkan yang dalam hal ini melalui rehabilitasi. Adalah satu hal yang sulit kemudian, bagaimana upaya terus mengupayakan hak-hak pengguna NAPZA yang notabene juga manusia sekaligus Warga Negara Indonesia yang dijamin hak-hak hukumnya, yang selama ini selalu ditanggapi miring dari masyarakat ataupun aparat penegak hukum. Sebuah orientasi bisnis dalam alam pasar bebas yang terus diagung-agungkan, dengan objek anak negeri untuk terus dikondisikan sebagai konsumen yang kecanduan, sebagai pasar empuk buah dari bisnis yang mengundang pemodal-pemodal besar untuk berinvestasi. Dengan Ironi kampanye perang terhadap NAPZA itu sendiri. Bagaimana tidak, ketika begitu banyak berita tentang penyitaan yang katanya barang haram ini, tapi sulit ditemukan transparansi kemana barang ini setelah disita…….???????? Adalah logika kapitalistik bahwa apapun bisa menjadi orientasi bisnis, termasuk ketika itu menyangkut barang yang membahayakan bagi manusia itu sendiri, atau lebih parah adalah memperdagangkan dari sebuah musibah. Semoga ini menjadi wacana dan aksi nyata untuk menutut hak kita sebagai bagian dari masyarakat negara kita tercinta Indonesia

Selasa, 04 Agustus 2009

Takut dan gelisah, Artikel 83#

Tadi aku merasa gelisah dan takut, entah kenapa perasaanku selalu dihantui ketakutan-ketakutan yang tidak pasti, padahal ketakutan yang membuat aku gelisah hanya ada dialam pikiranku saja.
Mengapa aku selalu berkutat dengan perasaan-perasaan yang tidak nyaman?
Kehidupan membuatku terbebani oleh semua yang tak pasti, mau dibawa kemanakah diri ini?
Mantra-mantra maupun kata-kata suci telah aku ucapakan berulang kali, namun tetap saja aku merasakan perasaan yang terus berubah dan selalu berujung ke sebuah rasa takut.
Itulah yang terjadi, mimpi-mimpi kaum miskin adalah mimpi-mimpi rasa takut, mimpi-mimpi yang tak pernah berujung dengan kesejahteraan dan kedamaian, melihat situasi yang tiada henti penuh dengan penindasan, sehingga aku berubah menjalani sebuah profesi yang bertentangan dengan hukum negara ini, dengan norma-norma sosial masyarakat kita.
Aku mencuri, merampas, menipu bahkan juga aku merampok orang-orang yang mempunyai kesejahteraan lebih, demi memenuhi kebutuhan hidup sebab hidup sederhana apalagi miskin sudah tak mungkin bisa hidup di dalam gencarnya pembangunan zaman yang terus mengarah kepada nilai-nilai kapitalisme individualistik.
Tidak ada lagi tempat bagi orang-orang minoritas, sebab tanah air kami selalu dirampas, hak kami pun dirampok tak lagi melekat dalam diri seorang manusia.
Mimpi apa negara ini? karena yang terjadi selalu ketimpangan...
Aku gelisah berkutat diantara ingin melawan atau terbawa arus perkembangan modernisasi. Dan modernisasi yang ada sekarang ini semakin menjerumuskan kami sebagai rakyat miskin. Aku takut ketika aksi Robin Hood kujalani ketahuan oleh para penguasa tanah rampasan nenek moyangku sebab aku berjalannya sendiri, tidak ada orang yang mau melawan ketidak adilan ini, tidak ada teman untuk melakukan aksi, sebab semua orang kini telah diracuni oleh rasa keserakahan, bahkan anak-anak kita pun diajarkan untuk melakukan penindasan terhadapa sesamanya.
Apa yang terjadi terhadap situasi sosial ini? Apa yang telah dilakukan negara kita ini? mengapa bumi pertiwi ini menciptakan rasa takut?
Sekolah-sekolah diganti dengan tempat penginapan berbintang 5, anak sekolah kita dirundung rasa takut dan gelisah akan masa depannya, sebab negara ini masih menerapkan Ijazah sebagai acuan seseorang menjadi pintar, gedung dan Mall terus dibangun tak ada lapak untuk mencari uang dan tak tempat untuk bersekolah, maka tak ada tempat untuk hidup bagi kita!!!

Ada sedikit menggembirakan dan bisa dipandang sebagai kemajuan terhadap respon pidana yang dijatuhkan kepada para pengguna narkoba. Mahkamah Agung (MA) mengeluarkan surat edaran yang ditujukan kepada para hakim, setelah menjatuhkan vonis kepada pengguna narkoba, mereka sebaiknya ditempatkan di panti rehabilitasi. . Mereka sebaiknya setelah mendapat vonis, ditempatkan di panti rehabilitasi.

Apakah setiap terpidana narkoba akan mendapatkan perlakukan yang sama? Surat Edaran itu memberikan persyaratan secara detail. Perlakuan pengecualian ini hanya berlaku bagi mereka yang hanya membawa jenis narkoba, antara lain heroin maksimal 0,15 gram, kokain maksimal 0,15 gram, morfin maksimal 0,15 gram, ganja maksimal satu linting atau 0,005 gram, dan ekstasi maksimal 1 butir, serta sabu maksimal 0,25 gram. Juga yang utama tidak terdapat bukti, terdakwa merangkap menjadi pengedar atau produsen gelap narkoba.

Ada beberapa tindakan yang harus dilakukan berkaitan dengan Surat Edaran ini, jika hendak tidak hanya sebagai dokumen adminstratif belaka. Paling utama, tentu saja, mekanisme kontrol terhadap hakim untuk menjalankan dengan konsisten seluruh muatan dari Surat Edaran ini. Tentu saja, hal ini bukan soal yang mudah. Selain soal independensi hakim yang tidak boleh diintervensi oleh pihak manapun dalam memutuskan perkara, juga terkait dengan cara pandang para hakim terhadap persoalan tindak pidana narkoba itu sendiri.

Untuk soal ini perlu dilakukan peningkatan kapasitas para hakim secara khusus berkaitan dengan persoalan narkoba di Indonesia. Diskusinya menjadi tidak sederhana, karena terkait langsung dengan UU Narkotika dan UU Psikotropika, yang dengan tegas menggunakan napza merupakan tindakan kriminal sehingga harus dihukum. Dalam hal ini, para hakim harus sependapat benar, mengenai interpretasi atas UU tersebut, setidaknya ada kata sepakat mengenai upaya mengubah bentuk hukuman yang tidak harus selalu masuk ke dalam ruang tahanan.

Persoalan yang lebih teknis, seberapa kesiapan panti rehabilitasi milik negara dalam menampung mereka yang divonis dan akan dirawat dalam panti rehabilitasi. Ini perlu diperhatikan, karena kita selalu disuguhi dengan fakta ketidakasesuain antara kesiapan pada tingkat lapangan, dengan gagasan-gagasan yang memihak pada level kebijakan.

Kesemuanya akan memperngaruhi efektivitas Surat Edaran Mahkamah Agung, pada tingkat operasional. Jika tidak, kekhawatiran kita, Surat Edaran akan manggrok bukanlah hanya akan menjadi kekhawatiran, tetapi sungguh-sungguh akan menjadi kenyataan.

Kita juga penting untuk mengajak berdialog dengan mereka, untuk merumuskan secara bersama-sama, mengenai tindakan-tindakan apa saja yang dilakukan secara bersama-sama pula untuk pengembangan masa depan mereka. Kesepakatan semacam ini, setidak-tidaknya, sedikit menggeser cara pandang kita, yang hanya semata-mata pengguna narkoba, sebagai pelaku tunggal dan murni kekeliruan langkah individual. Kita memandang, pengguna narkoba tidak bisa dilepaskan begitu saja keseluruhan sistem yang berlaku di negeri. Problem ketidakadilan sosial dan ketimpangan-ketimpangan dalam berbagai sektor kehidupan.

Karenanya, kita mengusulkan, Surat Edaran Mahkamah Agung, sudah semestinya diikuti oleh elemen pemerintahan yang lainnya, untuk mengubah pula cara pandang mereka terhadap pengguna narkoba dalam konteks individu dan pengguna narkoba dalam konteks sosial yang lebih luas.

Pernyataan Sikap Persaudaraan Korban Napza Indonesia (Jogjakarta)

Hari anti madat merupakan momentum peradaban internasional untuk memberantas peredaran gelap napza dan penyalahgunaan napza. Momentum ini selayaknya tidak hanya menjadi sebatas kampanye anti napza tapi akan lebih tepat bila dijadikan refleksi dari gerakan internasional dalam memberantas peredaran gelap napza dan penyalahgunaan napza. Saat ini gerakan pemberantasan peredaran gelap napza dan penyalahgunaan napza diakumulasi oleh USA dalam gerakan war on drug’s. Disisi lain peredaran gelap napza makin meluas dan prevalensi penyalahgunaan napza makin meningkat. Keadaan tersebut seharusnya disadari sebagai bentuk dari kegagalan gerakan war on drug’s. Perang yang sesungguhnya meletakan pendekatan militeristik sebagai pondasi utama. Sebuah perang yang hasilnya jauh dari tujuan pemberantasan peredaran gelap napza, karena pada prakteknya perang tersebut tidak mampu memberangus mafia narkotik tetapi hanya mampu menangkap dan mengkriminalkan para penggunanya yang sesungguhnya adalah korban napza itu sendiri. Demikian pula di Indonesia. Sebagai negeri penganut setia gerakan war on drug, secara faktual melahirkan berbagai bentuk peraturan yang menempatkan korban napza sebagai kriminal dan tidak mampu untuk menumbangkan mafia napza itu sendiri. Setidaknya sejak gerakan tersebut diartikulasikan kedalam berbagai regulasi napza di Indonesia, ternyata paradigma kriminalisasi korban napza terlanggengkan secara yuridis. Korban kehilangan hak-hak yang melekat sebagai korban termasuk hak untuk direhabilitasi. Secara yuridis hak tersebut tidak mutlak diakui kalaupun ada hanya sebatas menjadi ”pajangan” karena regulasi napza Indonesia cenderung paradoks. Gerakan war on drug’s melahirkan pula berbagai bentuk praktek diskriminasi dan stigma terhadap korban napza termasuk melahirkan berbagai bentuk kekerasan/penyiksaan dalam berbagai bentuknya terhadap korban napza. Terjadi praktek dehumanisasi dan viktimisasi terhadap mereka yang sesungguhnya adalah korban termasuk korban anak-anak. Di tengah paradigma militeristik dalam pendekatan terhadap penyalagunaan napza, lahir sebuah deklarasi di Pertemuan Nasional Harm Reduction 2(PNHR 2) yang bernama TEKAD MAKASSAR. Sebuah deklarasi yang ditandatangani oleh 46 wakil kepala daerah yang bertekad untuk melakukan tindakan dekriminalisasi terhadap pengguna napza. Sebuah oase ditengah gemuruh padang pasir bertajuk war on drug’s. Pendekatan HAM yang digunakan dalam deklarasi tersebut termasuk bertekad untuk menghilangkan segala praktek diskriminasi sebagai ekses dari paradigma kriminalisasi terhadap pengguna napza termasuk korban-korban lainnya Tentunya hari Anti Madat kali ini yang bersamaan dengan Hari Anti Penyiksaan Internasional, sepatutnya digunakan oleh seluruh anak bangsa untuk mendorong implementasi dari deklarasi tersebut dalam berbagai sendi termasuk mendorong perwujudan regulasi yang memanusiakan korban napza. Prevalensi penyalahgunaan yang meningkat beriringan dengan prevalensi orang yang terinfeksi HIV merupakan gambaran utuh bahwa gerakan dengan pendekatan militeristik adalah nol besar dan tidak menyelesaikan masalah yang sesungguhnya. Memperhatikan hal tersebut, maka kami Persaudaraan Korban Napza Indonesia (PKNI) Wilayah Jogjakarta

Kami, Persaudaraan Korban Napza Indonesia (Yogyakarta) menuntut:

1. Stop kekerasan terhadap para korban napza.

2. Untuk Meujudkan vonis rehabilitasi bagi korban napza Terapkan Surat Edaran Mahkamah Agung No.7 / tahun 2009 Tentang Menempatkan Pemakai Narkoba Kedalam Panti dan Terapi rehabilitasi

3. Menolak Disahkannya UU no. 22 tahun 1997 tentang narkotika

5. Berdayakan kami sebagai salah satu komponen bangsa yang terabaikan.

Kami juga mengimbau kepada teman-teman semua, para KORBAN NAPZA agar bangkit berdiri dan rapatkan barisan.

Kita perjuangkan apa yang selama ini menjadi hak-hak kita!!!

TERUS BERJUANG..

Atas nama

Persaudaraan Korban Napza Indonesia

Pemakai Narkotika Membutuhkan Rehabilitasi, Bukan Penjara

Rabu 29 Juli 2009, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dalam perkara nomor 798/Pid.B/2009/ PN Jkt.Pst, dengan ketua H. Makmun Masduki, SH, MH menjatuhkan vonis rehabilitasi kepada seorang pecandu narkotika yang mengalami ketergantungan. Dalam pertimbangan putusannya, hakim menyatakan bahwa banyak narapidana narkotika yang dari sisi kesehatan adalah orang sakit yang butuh terapi kesehatan. Selanjutnya penjara bukanlah tempat yang tepat untuk para pecandu narkotika yang mengalami ketergantungan. Oleh karena itu hakim memerintahkan terdakwa untuk menjalani rehabilitasi di RSKO Cibubur terlebih dahulu.

Pertimbangan putusan ini disampaikan dalam perkara atas nama Wulan Rahayu Nur Setiawan. Wulan adalah pecandu yang tertangkap tangan sedang menguasai narkotika untuk kebutuhan sekali pakai ketika baru saja membeli dari seorang bandar di daerah Salemba Tengah (sampai saat ini bandar belum tertangkap). Selama persidangan, Wulan dan Tim Penasehat Hukumnya mengakui semua yang didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum.. Namun Wulan menambahkan kalau dirinya adalah pecandu yang mengalami ketergantungan sehingga wajib untuk menjalani rehabilitasi dan diperhitungkan sebagai masa tahanan. Dakwaan Jaksa yang hanya mendakwa dirinya sebagai pemilik narkotika dipandang tidak tepat, Jaksa seharusnya mendakwa Wulan sebagai pemakai yang mengalami ketergantungan.

Majelis Hakim dalam putusan selanya, memerintahkan kepada Penasihat Hukum dan Terdakwa untuk membuktikan bahwa Wulan adalah pecandu yang mengalami ketergantungan. Selama persidangan, juga sempat diperiksa orang tua Wulan Rahayu yang menceritakan bahwa karena narkotika ia telah kehilangan anak sulung dan menantunya. Saat ini hanya tinggal Wulan dan seorang cucu yang merupakan anak Wulan. Wulan benar-benar mengalami ketergantungan narkotika.

Atas dasar itu semua, Majelis Hakim berani untuk melakukan terobosan dengan menggunakan Pasal 47 UU Narkotika yang memberikan kewenangan kepada hakim untuk menghukum seorang pecandu narkotika menjalani rehabilitasi. Kewenangan sebagaimana telah diafirmasi dengan Surat Edaran Mahkamah Agung RI (SEMA RI) No 7 tahun 2009. Dalam amar putusannya, Majelis Hakim tidak hanya menjatuhkan pidana selama 1 tahun 8 bulan penjara (yang dipotong masa tahanan), tapi juga memerintahkan terdakwa untuk menjalani rehabilitasi terlebih dahulu di RSKO Cibubur selama 6 (enam) bulan yang akan diperhitungkan sebagai masa menjalani pidana.

Pertimbangan Majelis Hakim yang memandang pecandu sebagai orang sakit yang butuh terapi kesehatan serta penjara bukan tempat yang pas bagi pecandu adalah sebuah pertimbangan yang layak diapresiasi dan dipertimbangkan oleh seluruh hakim di Indonesia. Dengan pertimbangan ini, majelis hakim justru akan mendukung program penanggulan narkotika di negara ini. Memenjarakan pecandu semata, tanpa memberi kesempatan untuk rehabilitasi sama saja dengan mengabaikan Hak Asasi Manusia.. Sekarang, giliran kejakaan khususnya Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat untuk segera melaksanakan putusan tersebut. Dengan segera melaksanakan putusan ini, Jaksa berarti mendukung upaya penyembuhan dan pemulihan harkat dan martabat pecandu sebagai manusia.

Diharapkan akan ada Putusan – putusan Hakim yang progresif dalam menyikapi situasi para pemakai narkotika. Hal ini tentunya akan dapat dilakukan manakala kebijakan atas pemakai narkotika terutama mereka yang mengalami kecanduan sesuai dengan hak atas kesehatan dan hak asasi mereka. Putusan yang progresif membutuhkan landasan kebijakan negara yang juga progresif.. Kebijakan tersebut tentu akan muncul manakala peraturan dan penengak hukum peka atas hak asasi manusia. Sayangnya, hingga kini, UU Narkotika dan RUU Narkotika masih jauh dari semangat penyembuhan bagi mereka yang mengalami adiksi. Hal ini dapat dilihat dari semangat pemidanaan yang muncul dalam Berkas Acara Pemeriksaan (BAP) yang dibuat ditingkatan kepolisian dan kemudian dilanjutkan dengan tuntutan para Jaksa yang sesuai dengan UU dan RUU tentang Narkotika mengkriminalkan para pengguna.

Putusan hakim dalam memandang persoalan pecandu yang sangat berhubungan dengan rehabilitasi perlu disikapi dengan sangat positif dan didukung. Kesiapan lembaga dan pusat rehabilitasi tentunya menjadi penting kini dalam menerima para pecandu narkotika agar sesuai dengan standart kesehatan yang layak dan semestinya. Kami mendorong upaya seluruh pihak dalam mengedepankan hak asasi manusia dan pemenuhan hak atas kesehatan para pecandu narkotika. Apreasiasi yang besar kami sampaikan kepada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) dan rekan-rekan yang selama ini telah bersama-sama memperjuangkan hak dari Wulan Rahayu (Komunitas FORKON, PANAZABA, dan Rumah Cemara) mulai dari tahap awal persidangan hingga putusan ini dikeluarkan.

Demikian media release ini dibuat, untuk keperluan konfirmasi dan eksplorasi lebih lanjut dapat menghubungi Ajeng Larasati di nomor 0818.0615.3345 atau 021.830.5450.

Hormat kami,

LBH Masyarakat

FORKON

PANAZABA

Rumah Cemara

Indonesian Coalition for Drug Policy Reform (ICDPR)