Bongkar Tirani

Grab this Headline Animator

Bongkar Tirani

Kalau "air mata" diserahkan kepada rakyat... Tapi... kalau "mata air" diambil oleh penguasa... Kapan "air mata" itu hilang dari mata rakyat? ataukah abadi selamanya karena kerakusan penguasa?

Subscribe
Add to Technorati Favourites
Add to del.icio.us
Senin, 29 Juni 2009

Di Dalam Ruangan, Artikel 71#







Di dalam ruangan yang gelap ini, aku terbaring diatas kasur yang seharusnya membawaku kedalam mimpi-mimpi indah, namun didalam ruangan ini yang terjadi hanyalah perputaran isi kepala yang terus berpikir dan terus berpikir dari larutnya malam sampai menjelang pagi namun tak kutemukan juga apa sebenarnya yang sedang aku pikirkan?

Ketakutan - ketakutan sehingga menjadikan diri ini berkutat dengan alam depresi didalam ruangan gelap ini, menakuti kehidupanku yang tak tentu arah tujuan, masa depan yang ada didalam pikiran ini tak mungkin tercapai bila dikanan dan kiri, depan dan belakang, atas dan bawah tak terlihat terang, sebab sekarang ini aku berada diruang kegelapan.

Ruangan yang penuh dengan halusinasi yang terus menghantui, diadalam halusinasi muncul gambaran-gambaran khayal baik itu sesuatu yang paling menakutkan maupun yang paling meyenangkan. Diadalam ruangan gelap ini tak pernah tersentuh matahari maupun cahaya lampu yang mampu menerangi khayal-khayal yang membuat tak bisa lari dari kehidupan halusinasi.

Hanya terbaring dan terus terbaring bersama mimpi-mimpi yang tak kunjung menjadi kenyataan bersama ketakutan untuk bangun dan menghadapi kenyataan hidup yang sebenarnya. Apa yang terjadi diadalam kehidupan ini semua dialam nyata kini terlihat seperti hanya bermain-main didalam kehidupan, tak ada lagi yang menghargai setiap kehidupan, semuanya dipasung oleh aturan-aturan yang membunuh diantara kita sendiri, semua memenjarakan kami diadalam ruangan gelap yang dingin tak bertikar membuat dendam ingin melampiaskan kemarahan terhadap kehidupan yang penuh dengan aturan main yang tak pernah berpihak terhadap kehidupan itu sendiri, aturan main kini dibuat hanya untuk mempertahankan dominasi alam khayalan yang penuh dengan kegelapan.

Didalam ruangan ini pikiran-pikiran tak pernah tertuangkan karena terlalu kuat alam halusinasi untuk dilawan, perlu sebuah keberanian untuk mengahadapi kenyataan, walau kematian ketika kita sadar telah tidak berada lagi di dalam ruangan ini.

Dikamar tidur yang gelap sekarang sudah pukul 05.47.

MEMPERINGATI 3 TAHUN HARI JADI

PERSAUDARAAN KORBAN NAPZA INDONESIA

10 Juni 2009



PERNYATAAN SIKAP

1. Menyatakan keprihatinan dan mengutuk terjadinya tindak kekerasan dan pelanggaran HAM yang dilakukan aparat penegak hukum secara sistematis kepada masyarakat korban napza di wilayah hukum NKRI dalam proses penangkapan, penyidikan, penahanan, pengadilan, dan pemenjaraan dalam kasus hukum terkait narkotika dan psikotropika;

2. Menuntut pelaksanaan pasal 47 UU No. 22/1997 tentang Narkotika dan pasal 41 UU No. 5/1997 tentang Psikotropika, yaitu hak mendapatkan rehabilitasi bagi korban / pecandu napza;

3. Menghimbau negara untuk melakukan pembenahan, standarisasi, dan pengawasan optimal terhadap segenap fasilitas pemulihan/perawatan napza dalam menjamin perbaikan kualitas hidup korban napza di wilayah NKRI;

4. Meminta kepada Presiden Republik Indonesia untuk meninjau kembali rencana Pengesahan RUU Narkotika yang sedang dalam proses pembahasan di PANJA DPR RI, sehubungan dengan substansinya yang sama sekali tidak berubah dari UU sebelumnya yang telah terbukti gagal dalam memenuhi cita-citanya melindungi Bangsa Indonesia dari peredaran gelap napza. Perubahannya hanya memperberat hukuman bagi warga negara yang terlibat kasus napza dan tetap menafikkan kewajiban negara untuk memenuhi Hak Kesehatan Rakyat Indonesia yang telah, sedang, atau akan menjadi korban napza;

5. Menghimbau negara untuk menangani masalah pemakaian dan ketergantungan napza dengan menggunakan pendekatan kesehatan masyarakat, menghapuskan pendekatan hukum kriminal yang terbukti justru meningkatkan angka kesakitan, kematian, dan pemenjaraan Warga Negara Indonesia yang semakin banyak terjerat kasus napza sejak lebih dari tiga dekade perang terhadap napza;

6. Menuntut pelibatan yang berarti dari masyarakat korban napza dalam proses perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan terkait napza dan kesehatan di Indonesia, sehubungan dengan posisi kami sebagai rakyat/pengguna/ pecandu/korban napza yang notabene telah, sedang, dan akan mengalami dampak terbesar dari setiap kebijakan napza yang disahkan dan dilaksanakan oleh Pemerintah RI.


Pernyataan sikap ini merupakan bentuk dukungan masyarakat korban napza yang tergabung dalam Persaudaraan Korban Napza Indonesia kepada Bangsa dan Negara Indonesia agar berani menentukan, melalui para pengambil keputusan negara, kebijakan napza yang berpihak pada keadilan sebagaimana yang telah menjadi rekomendasi kongres pertama korban napza Indonesia diikuti oleh perwakilan dari Nangroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Bengkulu, Lampung, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Sulawesi Selatan pada tahun 2008.


Bahwa kebijakan napza yang diterapkan di Indonesia hingga saat ini justru menimbulkan dampak yang lebih buruk:

o Peredaran napza dikuasai organisasi kriminal;

o Harga napza tidak terkendali;

o Tindakan kriminal oleh pengguna untuk memperoleh napza;

o Penularan virus darah dan penyakit lainnya;

o Terus meningkatnya anggota masyarakat yang dipenjara atas kasus napza;

o Diskriminasi/ penolakan terhadap korban di berbagai ruang publik;

o Membengkaknya biaya yang harus ditanggung negara untuk penanggulangan dampak dan untuk perang terhadap napza itu sendiri;

o Masalah napza menjadi obyek untuk kepentingan pribadi maupun kelompok.


Kami memahami bahwa perang terhadap napza di Indonesia yang telah berlangsung selama lebih dari tiga dekade berada di bawah tekanan politik global. Dan sebagai konsekuensinya, justru merugikan Bangsa Indonesia. Oleh sebab itu masyarakat korban napza beserta segenap rakyat Indonesia berdiri di belakang dan mendukung para pengambil kebijakan di Indonesia agar berani menentukan kebijakan napza yang berpihak pada keadilan!!


Jakarta, 10 Juni 2009



Budi Rissetyabudi D.A.

KOORDINATOR AD INTERIM
Persaudaraan Korban Napza Indonesia


Pergerakan komunitas pecandu NAPZA yang diawali dengan kesadaran diri para pecandu akan hak-hak asasinya sebagai manusia untuk lebih diperhatikan oleh segenap komponen masyarakat dan Pemerintah telah membentuk opini publik yang jelas dan tegas bahwasanya Pecandu Napza adalah korban.

Korban dalam opini tersebut bukanlah korban dalam arti mereka, para pecandu mengingkari atas kesalahan perbuatannya mengkonsumsi Napza tersebut (Self victimizating victims). Yang dimaksud korban dalam opini tersebut, pecandu adalah Korban karena kebijakan Pemerintah yang mengkriminalkan mereka sebagai pelaku kejahatan. Korban stigmasisasi dari masyarakat yang sesungguhnya timbul karena masyarakat tidak pernah diberikan informasi dan pembelajaran publik tentang NAPZA yang jelas dan yang terakhir, Pecandu adalah korban karena rehabilitasi yang sesungguhnya merupakan kebutuhannya untuk keluar dari jeratan NAPZA itu sendiri ternyata tidak terpenuhi oleh Pemerintah.

Interaksi antar aparatur penegak hukum dalam Upaya Pemberantasan NAPZA Ilegal harus diakui telah menimbulkan penyimpangan hubungan sosial berupa kriminalisasi yang khas. Yang tidak hanya mengkriminalkan pecandu NAPZA tetapi juga telah mengkriminalkan masyarakat itu sendiri. Hal ini menghasilkan jenis-jenis kejahatan yang berbeda dengan kejahatan-kejahatan lain yang sebelumnya telah dikenal, sebagaimana ungkapan kejahatan merupakan produk dari masyarakat sendiri (crime is a product of society its self).

Bentuk kriminalisasi yang dialami masyarakat adalah seperti mengupayakan ancaman pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah) bagi Orang tua atau wali pecandu yang belum cukup umur yang tidak melaporkan anaknya yang pecandu kepihak berwajib (Pasal 86 ayat 1 UU No. 22/97). Sementara Pasal 88 mengatur pula tentang ancaman bagi Pecandu narkotika yang telah cukup umur dan dengan sengaja tidak melaporkan diri dapat dipidana dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp 2.000.000,00 (dua juta rupiah) dan bagi Keluarganya yang dengan sengaja tidak melaporkan pecandu narkotika tersebut dipidana dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah). Inilah awal bentuk kriminalisasi masyarakat dalam kebijakan Napza Ilegal.

Karena khawatir akan mendapat ancaman pidana ditambah minimnya sosialisasi bagi masyarakat tentang hak-hak pecandu pada akhirnya masyarakat lebih memilih meng-kriminal-kan para pecandu. Akhirnya, pecandu NAPZA semakin terpuruk dan termarginalkan oleh masyarakat itu sendiri. Mereka para pecandu NAPZA akhirnya harus menerima stigmasisasi yang negatif, pelecehan-pelecehan dan bentuk-bentuk kekerasan yang lain. Jika peng-kriminal-an tersebut dibiarkan maka sangat mungkin, kelak suatu saat nanti ada gerakan “Genosida atau genosid” bagi para Pecandu.

Perkembangan kejahatan akibat kebijakan kriminalisasi pecandu NAPZA saat ini, disadari atau tidak disadari, telah merasuk diseluruh komponen lapisan masyarakat. Bentuk kejahatan yang dilakukan oleh masyarakat akibat kebijakan kriminalisasi pecandu NAPZA yang ada antara lain pelecehan seksual terhadap pecandu NAPZA perempuan dan penghinaan atau pencemaran nama baik atas diri masing-masing pecandu.

Berdasarkan kenyataan tersebut diharapkan ada perubahan pandangan para pembuat kebijakan tentang pecandu NAPZA. Penyalahgunaan NAPZA apapun bentuknya memang terlarang dan harus dilarang tapi tidak sepatutnya hak-hak para pecandu untuk memperoleh hidup yang lebih baik menjadi terlarang pula. Untuk itu perlu suatu ketentuan perundang-undangan, dalam hal ini hukum pidana, yang mampu menjangkau perlindungan hak-hak para pecandu NAPZA. Penyusunan suatu perundang-undangan pidana untuk menanggulangi kejahatan penyalahgunaan NAPZA tidaklah mudah mengingat terus berkembangnya NAPZA itu sendiri, untuk itu suatu kajian hukum mendalam tentang kompleksitas kriminalisasi menjadi relevan dan penting untuk dilakukan.


Pecandu Narkoba, Apakah Korban atau Pelaku Kriminal?

Jika Anda adalah Roy Marten, atau Shelia Marclia, apa yang Anda butuhkan saat ini? Perawatan dan rehabilitasi, atau penjara?
Pertanyaan ini harus dijawab dengan baik karena menyangkut kepentingan masa depan manusia itu dan negara.
Untuk itu, diperlukan argumen yang mengedepankan rasa keadilan dan kepentingan perlindungan masyarakat.

Mari mulai dengan penjara, pilihan yang lazim dilakukan. Karena sampai saat ini hampir semua pelaku Narkoba menjadi sasaran empuk target operasional kepolisian. Kabarnya bahkan tiap bulannya setiap Polsek maupun Polres di bagian Narkoba punya target jumlah tertentu yang harus di capai oleh personelnya untuk bisa menangkap pelaku yang terlibat di jaringan Narkoba.

Alhasil saat ini hampir semua penghuni Lapas mengalami Over Capacity. Lapas Narkoika Jakarta saat ini saja sudah mengalami over load penghuni sebanyak 2 kali lipat dari kapasitas maximum yang ditetapkan. Tapi kemudian timbul pertanyaan Apa manfaat penjara bagi pemakai narkoba seperti Roy Marten atau Shelia Marcelia ?

Pendapat umum menyatakan, penjara memberi efek jera. Artinya, mereka yang melakukan tindakan melawan hukum akan takut dan berpikir 1000 kali untuk mengulang perbuatannya karena tidak mau merasakan kembali dinginnya kamar ’hotel prodeo’. Pengalaman hidup di penjara yang pahit dan sengsara diharapkan dapat menjadi momok bagi mereka.

Benarkah? Bagi pengidap masalah adiksi terutama Narkoba pemenjaraan tidak pernah efektif. Sulit mencari bukti itu dalam literatur adiksi.

Kebutuhan akan zat adiktif atau perilaku yang digandrunginya, seperti judi, minum-minuman keras, gaya hidup yang hedonisme akan memberi dorongan yang amat besar bagi si pelaku sehingga mengalahkan mekanisme berpikir rasional dan rasa takut akan konsekuensinya. Karena itu, pencandu narkoba adalah residivis paling umum di lembaga pemasyarakatan di mana pun di dunia. Pertanyaannya, mengapa?

Adiksi Penyakit kronis
WHO (2002) mengakui adiksi sebagai sebuah penyakit kronis yang sering kambuh (chronically relapsing disease). Untuk itu, perawatan dan rehabilitasi jangka panjang (lebih dari enam bulan) dibutuhkan. Bukti-bukti empirik menunjukkan, perawatan dan rehabilitasi saja tidak cukup, dibutuhkan program purnarawat yang jangka waktunya bisa lebih dari enam bulan.

Karena untuk mencapai kondisi ”pulih” seorang adiksi narkoba harus melewati tiga tahapan pemulihan yaitu : ’ Tahap Rehabilitasi Medis’, Tahap Rehabilitasi Non Medis’ dan ’Tahap Bina Lanjut’ (after care). Semua ini berarti, ”penyembuhan” terhadap individu yang mengalami permasalahan adiksi narkoba bukan proses sederhana. Para ahli sepakat, pencandu narkoba mempunyai masalah medis, psikologis, dan sosial yang serius.

Kita tahu, musuh masyarakat bukan pencandu, tetapi produsen dan pengedar. Statistik Dep.Kum dan HAM (2006) menunjukkan, jumlah mereka di penjara jauh lebih sedikit dibandingkan dengan pencandu (73 persen pengguna, 25 persen pengedar, 2 persen produsen). Hukuman mereka juga lebih ringan dibandingkan dengan pencandu.

Pemenjaraan pencandu menyebabkan penjara penuh dan overcrowded, terjadinya kekerasan dan eksploitasi, penularan penyakit (termasuk HIV/AIDS), dan pengembangan jaringan baru yang melibatkan pencandu dalam kejahatan narkoba terorganisasi. Jika kita memahami persoalannya seperti ini, mengapa kita terus melakukan kesalahan yang sama?

Mungkin tanpa kita sadari dengan semakin banyaknya jumlah orang yang menjadi penghuni penjara maka semakin banyak pula negara kehilangan sumber produktivitas SDM. Belum lagi negara harus membiayai fasilitas dan biaya operasional setiap Lapas. Jika dipikirkan matang-matang, seorang pencandu—yang dalam banyak kasus kehilangan tujuan hidup—dapat ditangani secara lebih kreatif dan bermanfaat.

Penjara seolah menjanjikan adanya detoksifikasi dengan model kalkun dingin (cold turkey), yaitu bebas dari zat/obat adiktif. Namun, dengan maraknya peredaran narkoba di penjara, detoksifikasi pun tidak mungkin dijalankan secara efektif.

Tindakan selanjutnya, yaitu perawatan dan rehabilitasi, jelas tidak dapat terpenuhi di dalam penjara karena programnya tidak dirancang khusus untuk itu. Dibandingkan dengan panti rehabilitasi pecandu narkoba yang dikelola oleh pemerintah maupun swasta yang jauh lebih lengkap, kondisi, fasilitas dan sumber daya manusia di Lapas cukup memprihatinkan. Akibatnya, banyak pencandu yang sakit, ketularan penyakit (termasuk HIV/AIDS), dan meninggal.

Karena tingginya penularan HIV di penjara, negara bahkan terpaksa membuat program baru, seperti rumatan metadon dan program pengurangan dampak buruk (harm reduction) lainnya.Selain itu program rehabilitasi di Lapas kadang dijadikan sarana untuk ’mengisi waktu luang saja’ tanpa diiringi oleh kesungguhan dari dalam diri untuk ’sembuh’ dari penyakit adiksinya.

Orang-orang seperti Roy Marten atau Fariz RM akan lebih bermanfaat, bagi dirinya dan orang lain, jika dimasukkan dalam program rehabilitasi medik, lalu sosial. Mereka perlu mencari makna hidup dengan membantu orang lain melalui bakat-bakat dan kemampuan mereka.

Mengelola sumber daya di dalam negara yang miskin—walau katanya kaya—seperti Indonesia, kita harus pandai-pandai berhemat. Ini bukan hanya soal finansial, melainkan justru soal memaksimalkan modal sosial yang ada. Jangan sampai bakat- bakat para pencandu habis dipenjara sekaligus bersama tubuh dan jiwa mereka.

Investasikan sumber daya yang sangat langka di negara ini untuk memerangi narkotikanya, mencegah dampak buruknya, dan mendidik masyarakat. Pencandu bukan musuh masyarakat. Oleh karena itu marilah dari sekarang kita lebih memfokuskan diri bagaimana menangani pecandu narkoba yang lebih efektif dan efesien lagi.

Apakah mereka butuh rehabilitasi dan perawatan, ataukah jeruji penjara yang hanya bisa menahan sementara rasa sugesti tanpa ada cara untuk bisa menghilangkanya?? Dan kemudian setelah keluar penjara kembali relapse??. Jangan sampai kita terjebak ke dalam lingkaran masalah yang tak ada ujungnya.
(Sumber : Irwanto Dosen Fakultas Psikologi Unika Atma Jaya)

Selasa, 16 Juni 2009

Bangsa Pemalas???

Diatas sebuah podium terhormat seorang teknokrat yang merangkap sebagai politisi merumuskan orasi ilmiahnya,dengan semangat dan penuh percaya diri sang politisi karbitan tadi merumuskan berbagai persoalan bangsa ini. semua persoalan dia singgung dari persoalan pengangguran,kemiskinan,kebodohan dan sejuta derita yang dialami bangsa ini, dan inti dari sumber persoalan tersebut menurut sang teknokrat tadi adalah bahwa bangsa kita adalah bangsa pemalas.

tidak terlalu salah memang pendapat sang teknokrat tadi,walaupun bisa jadi pendapatnya tersebut terinspirasi oleh rengekan anaknya yang terus menerus meminta dibelikan mobil baru untuk berangkat kuliah walaupun prestasi anaknya itu jeblok atau bisa jadi juga terinpirasi dari kegelisahan yang selalu menghantuinya setiap malam karena teringat rayuan isteri mudanya yang terus merengek meminta kalung berlian untuk pergi arisan.

artinya jika kebenaran sebuah pendapat ilmiah dihubungkan dengan segala sesuatu yang dilihat dan dialaminya, maka boleh jadi pendapat sang teknokrat tadi benar karena dikorelasikan dengan keadaan disekitarnya dan pengalaman manja yang dialaminya. namun tentu saja objektifitas yang melatar belakangi pendapatnya harus dipertanyakan, karena tidak bisa mengintip persoalan bangsa yang sangat besar ini hanya dari sebuah jendela menara gading yang manja,mewah dan jauh dari realita sosial.

mas paijo misalnya, mendorong gerobak baksonya yang butut berkeliling puluhan kilo meter mencari pembeli dan keuntunganya tetap saja tidak bisa dipakai untuk membelikan celana dalam isterinya yang mulai bolong-bolong. mbah kasiem adalah contoh lainnya, dalam usia yang tidak lagi muda, punggungnya yang mulai membungkuk harus menggendong beban berat berupa puluhan kilo arang yang dia bakar dan kumpulkan sendiri,namun tetap saja keuntungan yang diperolehnya tidak pernah merubah menu makannya selain nasi dan garam.

ada lagi mang ujang yang setiap malam tidak pernah tertidur pulas karena harus memandikan dan menguburkan mayat yang tidak jelas identitasnya,sama tidak jelasnya dengan honor yang kadang dia dapat kadang tidak. belum lagi kalau kita melihat ratusan anak kecil dipasar-pasar induk yang menjajakan kantong plastik atau membawa kuas semir hanya untuk menambah biaya sekolah karena penghasilan orang tuanya yang didapat dari pluit parkir tidak pernah cukup.

jika setumpuk relita sosial yang kita lihat diatas dan setiap hari kita saksikan dengan sangat kontras, masih tegakah mulut yang tidak pernah meminum air keruh yang dimasak dengan kayu bakar mengatakan bahwa bangsa ini pemalas? masih tegakah tangan manja yang tidak pernah dihiasi cucuran keringat demi mendapatkan upah secuil itu mengepal dan membenarkan bahwa bangsa ini adalah bangsa pemalas?

bukan, bangsa ini bukan bangsa pemalas! bangsa ini adalah bangsa pekerja keras yang disetiap darahnya mengalir darah para pejuang. bangsa ini adalah bangsa yang yang kuat namun dilemahkan oleh sebuah sistem yang berpihak kepada para perompak,bangsa ini menjadi miskin bukan karena bangsa ini pemalas, tapi karena dimiskinkan oleh kebijakan yang tidak pernah berpihak kepada rakyat yang menjadi pemilik sah negeri ini.

sumber daya alam negeri makmur ini tidak pernah diserahkan oleh penguasa korup kepada tangan-tangan kekar rakyat untuk diolah secara benar, sumber daya alam yang makmur ini justeru diserahkan oleh penguasa keparat kepada antek-antek kapitalisme brengsek yang dulu menjajah negeri ini. tanah indonesia yang subur ini tidak pernah dibiarkan dikelola oleh rakyat yang terkenal ahli bertani sejak ratusan tahun yang lalu ini,tanah yang subur ini malah dibiarkan bebas dirampok dan dijarah oleh cukong-cukong laknat dari singapura dan malaysia.

berhentilah mengatakan bahwa bangsa ini adalah bangsa pemalas! sebab bangsa ini memiliki kekuatan yang luar biasa,bangsa ini telah terlatih menghadapi penderitaan apapun termasuk menghadapi penderitaan yang dimunculkan oleh pemerintahnya sendiri. bangsa ini adalah bangsa tangguh ! bukti ketangguhanya adalah bangsa ini tidak pernah menuntut,menyalahkan,mengemis dan menghukum pemerintahnya, melainkan menerima, memafhumi kekurangan, dan sangat mudah memaafkan kesalahan pemerintahnya. Bahkan, rakyat begitu sabar, tahan dan arifnya walau kadang sering kali mereka yang dituntut, dipersalahkan, dan dihukum oleh pemerintahnya.

Lebih dari itu, meski sering kali rakyat merasa bahwa keberadaan pemerintahnya sebenarnya lebih banyak mengganggu daripada membantu, lebih banyak merugikan daripada menguntungkan, atau lebih banyak mengisruhkan daripada menenangkan, rakyat tak akan pernah mengungkapkan kandungan hatinya itu karena bangsa ini bangsa tangguh bukan bangsa pemalas!

Ada sebuah kisah dinegeri antah berantah, sebuah kisah tentang seorang bupati korup yang memimpin negeri yang sangat subur makmur dengan kekayaan alam yang melimpah ruah.negeri itu bernama PADIILANG,rakyatnya terkenal sangat penurut dan gandrung dengan nilai-nilai relijius namun kadang gampang ditipu.

sang bupati bernama lengkap DINANTI NYATANYA SUSAH, dari namanya aja setiap orang akan mengetahui bahwa nama itu berbau feodal, sebuah nama berbau keturunan penjilat pada waktu jaman penjajahan dulu. sang bupati punya kebiasaan menipu rakyatnya yang lugu,untuk mengelabui rakyatnya agar merasa tidak tertipu dia biasanya bersembunyi diketiak para kiayi dan segala hal yang berbau relijius.

memajang photo lengkap dengan peci dan sorban plus background ka'bah, membuat aturan memisahkan pelajar laki-laki dan perempuan disekolah, membuat aturan agar perempuan memakai jilbab, memberi santunan kepada masyarakat yang meninggal sampai membuat aturan agar semua gedung dinegeri PADIILANG dicat dengan warna hijau. pokoknya bagaimana caranya agar rakyat PADIILANG menilai sang bupati sebagai seorang pejabat yang sangat saleh,meskipun sebenarnya bupati DINANTI NYATANYA SUSAH adalah seorang koruptor ulung.

suatu waktu negeri PADIILANG digemparkan oleh sebuah kabar tentang bobroknya kelakuan sang bupati yang lumayan photo jenik itu, kabar itu adalah tentang perbuatan cabul sang bupati terhadap seorang siswi sebuah sekolah di negeri PADIILANG.kontan saja kabar itu langsung menjadi bahan diskusi yang cukup menarik bagi seluruh rakyat negeri PADIILANG,dari pangkalan ojeg,pasar, gardu ronda,arisan,majlis talim sampai kerumunan para ibu yang sedang mencari kutu pun membicarakanya.

kasus cabul bupati DINANTI NYATANYA SUSAH kemudian menjadi sebuah starting point, menjadi sebuah titik awal terkuaknya setumpuk kebobrokan mental sang bupati negeri PADIILANG tersebut. berangsur-angsur rakyat yang mulai tersadarkan menjadi gemas dengan perilaku munafik sang bupati yang selalu menyembunyikan otak cabulnya dibalik senyum manis dan sorban bagusnya.

namun tidak bertahan lama kegemasan rakyat pun mulai pudar tertiup angin rutinitas seiring dengan berjalanya waktu,perempuan korban pencabulan sang bupati pun konon sudah dinikahinya secara diam-diam dan sekarang menjadi istrinya yang entah istri keberapa. rakyat negeri PADIILANG memang bukanlah rakyat pendendam,rakyat PADIILANG adalah rakyat yang santun,pemaaf dan gampang melupakan masa lalu,artinya jika seseorang hari ini diteriaki maling namun jika besoknya simaling tersebut membagikan uang hasil curianya maka berubahlah gelar malingnya menjadi sang dermawan,meskipun uang yang dibagikanya hasil dari pencurian.

Sang bupati DINANTI NYATANYA SUSAH terus saja berpetualang mempertontonkan pertunjukan sandiwara yang penuh dengan kepalsuan dan rakyat PADIILANG terus saja menjadi penonton yang baik, duduk,diam dan berpura -pura senang meski perasaan mereka mual ingin muntah. paling banter pun perlawanan yang diberikan hanya berupa umpatan - umpatan dan makian -makian yang mungkin hanya semut dan binatang-binatang melatalah yang mampu memahaminya,karena saking takutnya melempar kritik terhadap bupati korup,otoriter dan munafik berbungkus ornamen ustadz tersebut.

waktu berlalu dan tindakan DINANTI NYATANYA SUSAH semakin menjadi-jadi, karena merasa disayang oleh para kiayi yang masih silau oleh gemerlapnya dunia dan merasa ditakuti oleh rakyat yang gampang ditipu. proses pendholiman terhadap rakyat pun tidak lagi dilakukan dengan sembunyi-sembunyi,pendholiman dan kebobrokan sang bupati dilakukan sangat nyata dan semua rakyat PADIILANG mampu melihat kebobrokan tersebut.

tidak tanggung-tanggung,dengan dalih untuk memajukan negeri PADIILANG sang bupati dengan para antek-anteknya yang penjilat dan didukung oleh seluruh wakil rakyat PADIILANG yang korup, merampok uang negara sebesar 200 milyar.sebuah peristiwa perampokan yang kemudian membuat sebagian rakyat PADIILANG sadar untuk segera melakukan perlawanan, genderang perang pun ditabuh,kekuatan pemuda disatukan,yel-yel perlawanan dikumandangkan untuk meruntuhkan rejim korup,munafik dan otoriter.

sekelompok pemuda dengan spirit perlawanan pun mewakafkan dirinya untuk negeri tercinta PADIILANG,mereka mulai sadar bahwa perubahan tidak akan pernah terjadi tanpa perlawanan sebab perubahan tidak turun dari atas langit,rakyat yang tertidur harus segera dibangunkan. DINANTI NYATANYA SUSAH telah menjadi simbol perlawanan, kesabaran rakyat sudah habis dan tumbangnya bupati yang korup adalah harga mati.

semua institusi penegak hukum sudah disatroni,komisi pemberantasan korupsi,kejaksaan,pengadilan bahkan mahkamah agung yang menjadi harapan terahir para pencari keadilan pun didatangi. diskusi,seminar bahkan gerakan jalanan yang berbuntut pentungan dan pemenjaraan fisik pun telah dilakukan oleh rakyat PADIILANG, namun tetap saja membentur tembok kemunafikan,entah kepada siapa lagi dan cara apa lagi yang harus dilakukan?

rakyat PADIILANG yang masih kecil pun tahu bahwa DINANTI NYATANYA SUSAH adalah biang kerok korupsi 200milyar dan semua orang tahu bahwa DINANTI NYATANYA SUSAH adalah aktor suap yang harus segera dipenjara. rakyat PADIILANG sudah melakukan semuanya dan mereka berharap banyak kepada aparat penegak hukum, mereka tidak ingin negeri PADIILANG yang subur dan relijius dirampok,dikotori dan diinjak oleh rejim yang korup, perjuangan rakyat PADIILANG harus segera terealisai,bupati perampok harus segera dipenjara.

namun berharap banyak kepada aparat penegak hukum ternyata sia-sia, bagai menulis diatas air! berharap kepada penegak hukum agar berpihak pada kebenaran ternyata seperi kodok merindukan bulan,mubazir! begitulah jika kekuasaan sudah bersenggama dengan penegak hukum,hukum berbicara atas nama lembar-lembar uang,bukan atas nama keadilan. bukti nyatanya adalah kasus bupati DINANTI NYATANYA SUSAH,barang bukti sudah ada,saksi sudah ada,sebagian pelaku sudah bicara namun tetap saja keadilan DINANTI NYATANYA SUSAH.

jangan pernah berharap sedikitpun bupati PADIILANG dipenjara,meskipun semua orang tahu bahwa dia adalah perampok kelas kakap. karena penjara untuk DINANTI NTATANYA SUSAH ternyata DINANTI NYATANYA SUSAH dan semakin DINANTI NYATANYA SUSAH..semakin DINANTI NYATANYA SUSAH...

hehe.. pusing kan?


Manusia sama saja dengan binatang didalam mencari makan, namun caranya berbeda binatang akan melakukan segala cara untuk mendapatkan makan, tapi ada juga manusia yang melakukannya dengan cara-cara seperti binatang bahkan terkadang melebihi binatang lalu manusia seperti itu apakah harus dimasukkan kedalam kandang seperti bianatang?
Binatang tak pernah tau rasa belas kasihan padahal disekitarnya ada yang tertatih berjalan pincang. Manusia mempunyai akal dan pikiran bahkan dikasih jiwa yang mampu merasakan rasanya penderitaan, namun kekuasaan terkadang melupakan diri manusia sebagai sebagai manusia yang ada hanyalah tingkah laku yang melebihi binatang, tampar kiri kanan untuk mendapatkan makan padahal semua orang tahu bahwa dia kecukupan, intip kiri-kanan curi jatah orang tak peduli sahabat kurus kering kelaparan.
Manusia sama saja seperti binatang yang dicari hanyalah daerah kekuasaan untuk mendapatkan makanan lebih banyak, sekali saya tegaskan manusia terkadang lebih keji dari binatang.
penguasa dan binatang, bahkan binatang ikut membenci para penguasa manusia karena binatang selalu dibawa-bawa diadalam merebut kekuasaan dinegeri ini, eksploitasi binatang dan rimbanya dijadikan komoditas untuk meraih kekayaan atas nama rakyat dan demi langgengnya kekuasaan tanah binatang juga diembat, dasar manusia terlalu keji melebihi binatang, lalu manusia seperti itu pantasnya berada dimana? binatang aja ada yang dikandangin dikerangkeng namun manusia-manusia seperti itu terus berkeliaran dinegeri ini yang ada seluruh makhluk hidup yang minoritas semakin tersingkirkan, terbunuh oleh manusia yang selalu berpikir melebihi binatang.

Bangsa ini sedang asyik-asyik mengumbar janji-janji politik kepada rakyat, sedang mengahmbur-hamburkan uang untuk meraih kekuasaan tertinggi dinegeri ini, ejek sana ejek sini dibangun oleh mereka rakyat dibuat bingung bahkan rakyat seperti diadu domba oleh para perebut tahta Indonesia, simpatisan yang fanatisme mulai melakukan segala macam bentuk dukungannya bahkan membuat ulah yang membuat sebagaian rakyat tak bisa berpikir jernih, hanya para elite yang memfokuskan terhadap raihan kekuasaannya.
Kalau sekarang ini yang terjadi negeri adalah negeri imposible, seharusnya negara harus bebas biaya pendidikan, bebas biaya kesehatan, negara juga harus ciptakan pekerjaan dan negara juga harus adil tidak memihak itulah tugas negara, itu juga artinya negara tempat kami bersandar dan berharap, kalau tidak bubarkan saja biarkan rakyat yang mendirikan negaranya sendiri.
kenapa kita tak pernah sejahtera padahal negara ini kaya raya baik alamnya maupun manusia namun sayangnya negara ini tak pernah memberi kesempatan bagi para yang mampu mengolahnya, karena direbut oleh sang penguasa dirampok oleh mereka yang berkuasa untuk kelompok-kelompok yang hanya mendukung penguasa, sedangkan orang-orang yang tak mengerti apa-apa selalu dibohongi, dibohongi segala hal baik politik maupun fakta kehidupan, hanya harapan-harapan yang kita taruhkan kepadanya tak pernah didengar ataupun dilihat, hanya melihat dan mendengar hal-hal yang membuat penguasanya menjadi selebritis, sehingga seolah-seolah penguasa itu benar dan menjadi populer karena kebijakan-kebijakan yang hanya untuk menghibur sebab negara yang dipimpinnya bagaikan panggung sandiwara yang diperankan oleh para aktor-aktor, tapi sang produsernya dan sutradaranya tetap mendapatkan keuntungan dan kepuasan sendiri, karena itulah negeri ini sedang berjaya dalam hal mengubah fakta menjadi sebuah drama!!!

Seru juga perdebatan tentang keberadaan UU ITE ( Informasi dan Transaksi Elektronika) yang telah disyahkan oleh DPR tanggal 23 maret yang lalu, apalagi rekan saya Anggara sudah duluan membahas masalah ini dalam beberapa tulisannya di blognya anggara.org, saya jadi penasaran juga dan saya baca satu – persatu kalimatnya dalam UU tersebut…. Memang secara formil Undang – undang itu bertujuan baik yaitu bermaksud melindungi masyarakat luas yang nantinya akan ”terganggu” karena aktifitas di dunia maya… kalau saya klasifikasi ada beberapa obyek yang dilindungi dalam UU ini :

- Manusia/ orang secara pribadi, dari : penipuan, pengancaman dan penghinaan

- Masyarakat (sekumpulan orang) dari : dampak negatif dari kesusilaan, perjudian dan akibat dari penghinaan SARA

- Korporasi (perusahaan) atau suatu lembaga dari : kerugian akibat penjebolan data rahasia dan keuangannya juga pembuat sofware yang di crack sehingga rugi (hahaha….)

Dari semua ini saya mengerti yang paling banyak ditakutkan oleh para blogger seperti juga mas anggara adalah pasal 27 UU ITE yang berbunyi :

Pasal 27
(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan.
(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan perjudian.
(3) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.
(4) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan pemerasan dan/atau pengancaman.

Para blogger mungkin merasa terancam dengan ‘hilang” kebebasan untuk berekspresi dalam tulisan di blog nya… tetapi jangan kuatir ternyata banyak materi hukum formil yang belum jelas untuk penyidikan terhadap seorang tersangka UU ITE ….

KESATU

Misalnya saya seorang penyidik sedang menyidik seorang blogger yang menghina sesorang dan disangkakan melanggar pasal 27 ke (3), kesulitan terbesar bagi saya adalah mencari alat bukti yang dapat dihadapkan di sidang pengadilan, karena menurut pasal 183 dan 184 KUHAP (UU ITE tetap mengacu kepada UU no 8 tahun 1981 ttg KUHAP)

Pasal 183
Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan
sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu
tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.

Pasal 184
(1) Alat bukti yang sah ialah :
a. keterangan saksi;
b. keterangan ahli;
c. surat;
d. petunjuk;
e. keterangan terdakwa.

Kita cari alat bukti yang paling umum yaitu “saksi” yaitu seorang yang mendengar, melihat, merasakan seorang tersangka melakukan perbuatannya (mengetik di depan komputer…) …karena ada istilah hukum “unus testis nula testis” artinya “satu saksi adalah bukan saksi” … nah mencari saksi seorang saja susah apalagi lebih dari satu…?

Paling yang bisa saya dapatkan ialah mencari saksi ahli … misalnya pak Roy Suryo yang bisa menjelaskan media dan faktor teknis lainnya tentang internet (IP , situs, server, bandwith, provider dll….), perlu seorang ahli lain yaitu Ahli Bahasa yang mampu menerangkan apa benar kata – kata blogger tersebut bisa dikategorikan menghina sesorang …

Nah ini celakanya dari penyidik… paling bisa didapat alat bukti lainya yaitu alat bukti “petunjuk” misalnya copy tulisan kita yang didapat di internet…., jadi maksimal penyidik hanya bisa menghadirkan alat bukti “Saksi Ahli” dan ‘Petunjuk” …. Hal itu masih sangat riskan dalam mengajukan seorang tersangka ke pengadilan….

KEDUA

Masalah paling krusial ialah “Locus Delicti” atau istilah popularnya ialah TKP (tempat kejadian perkara), hebat benar undang – undang ini, lihat pasal 2 UU ITE :

Pasal 2

Undang Undang ini berlaku untuk setiap Orang yang melakukan perbuatan hukum sebagaimana diatur dalam Undang undang ini, baik yang berada di wilayah hukum Indonesia maupun di luar wilayah hukum Indonesia, yang memiliki akibat hukum di wilayah hukum Indonesia dan/atau di luar wilayah hukum Indonesia dan merugikan kepentingan Indonesia.

Nah coba bayangkan kalau kita melakukan tindak pidana seperti yang diatur dalam UU ITE di luar negeri….? Apa bisa ditangkap kesana… tunggu dulu, belum semua negara mempunyai “perjanjian extradisi” jangankan negara yang jauh… negara terdekat yang seperti Singapura aja belum bisa …

Menurut saya hal yang paling lucu juga…. Internet adalah sebuah sarana tekhnologi yang tidak mengenal “batas negara” …. Kalau kita menggunakan wordpress.com misalnya yang menggunakan server luar negeri .. apakah bisa di katakan TKP nya di Indonesia ? atau sekarang ada sarana “IP Switcher” yang bisa mengaburkan IP kita…. Kalau di IP kita tertulis dari negara lain bagaimana ???? Intinya : kalau penyidik tidak bisa memastikan “Locus Delicti” sebuah kejahatan akan susah sekali untuk memperkarakannya sampai ke sidang pengadilan…..

KETIGA

Hal lain yang sangat formil dalam hukum adalah “TEMPUS” atau waktu kejadian perkara… nah kalau penyidik tidak bisa menentukan kapan terjadinya tindak pidana, ya tidak bisa … nah kalau para blogger tidak menggunakan waktu indonesia (GMT + 7) atau mengacaukan tanggal perbuatannya dilakukan (apalagi tidak ada saksi yang mendukung) akan susah sekali penyidik mengajukannya sampai sidang pengadilan…

Nah blogger sekalian …tulisan ini bukannya untuk mengajari berbuat jahat.. tapi inilah sedikit dari permasalahan yang akan dihadapi para penyidik dalam mengungkap perbuatan jahat dalam UU ITE…(masih banyak lagi dan terlalu panjang untuk dijelaskan…) berdasarkan dari pengalaman saya sebagai penyidik…. Masih susah bukan ?

Pada intinya diperlukan MORAL yang baik dari para Blogger agar menghindari perbuatan asusila, perjudian, menghina seseorang dsb dsb dari media dunia maya ini…..

Dan saya pun secara pribadi lebih berpendapat : “janganlah kita meng-kriminalisasi perbuatan yang hanya dianggap melanggar moral”….. semua tergantung pada keimanan kita masing – masing….

Tak terasa sudah 3 tahun berlalu, sejak 6 orang anak muda Indonesia di suatu dinihari dalam perjalanan pulang dari Vancouver menorehkan tekad dan ikhtiar diatas secabik kertas untuk mewujudkan sebuah mimpi indah. Mimpi indah itu punya nama: namanya cukup asing, Perubahan Kebijakan Publik untuk Memanusiakan Pengguna Napza di Indonesia.

Keenamnya merasakan, tersentak, tersentuh, saat Deklarasi Vancouver dikumandangkan oleh Aktivis Pengguna Napza dari berbagai negara dunia untuk memulai sebuah gerakan perlawanan menentang kebijakan napza internasional yang selama ini menafikan Hak Asasi mereka sebagai manusia.

Mungkin pada saat itu mereka belum memiliki bayangan jelas, mau dikemanakan mimpi ini. Keajaiban apa yang bisa membantu 6 orang anak muda yang minim pengalaman politik untuk mengubah sesuatu yang demikian rumit dan telah mengakar selama belasan tahun di negara mereka sendiri.

Bak gayung bersambut, konsep perubahan ini perlahan mendapat dukungan dari komunitas pengguna napza di tanah air. Sumbangan tenaga, keahlian, dana pribadi untuk sekedar berkumpul dari satu warten ke warten untuk mengonsep ini dan itu terus mengalir. Siapa bilang pengguna napza adalah sampah masyarakat, orang-orang tak berguna. Terbukti buah pikiran mereka mampu menghasilkan sesuatu yang brilian dan bersisi humanis, yang mungkin tidak mampu dihasilkan oleh orang-orang yang mendiskriminasi mereka.

Para penggagas gerakan ini adalah orang-orang yang saya kagumi. Memiliki karir yang cemerlang, pekerja keras di bidang masing-masing. Tetapi masih memiliki kepedulian akan nasib kaum-nya, yang masih bergelut dengan kekerasan aparat di jalanan, berjuang mengatasi adiksi, dan berkutat dengan kesulitan ekonomi untuk memenuhi kebutuhan napza ilegal yang luar biasa mahal, karena berada di pasar gelap.

Konflik, pertentangan dan kecurigaan muncul silih berganti, sesuatu yang baru tentunya akrab dengan hal ini. Perbedaan persepsi diantara penggagas dan pendukung gerakan yang muncul kemudian menjadi indikator dinamika gerakan itu sendiri.

Kesadaran akan hak-hak dasar warga negara yang selama ini tercerabut, mulai meluas di seluruh Indonesia. Pengguna napza mulai berani berorganisasi dan mengakui dirinya adalah " Pengguna Napza " ! Suatu hal yang tabu, aib dan disembunyikan dari pengetahuan khalayak ramai justru kini diproklamirkan. " Pengguna Napza" ...apakah ada yang salah dengan itu?? Yang mendiskriminasi adalah HUKUM / UU itu sendiri yang mendiferensiasi Napza menjadi Legal dan Ilegal.

Sementara merokok tembakau dilegalkan secara tidak bertanggung jawab; perokok ganja harus main kucing-kucingan untuk menghisap satu dua batang daun kering yang mereka sukai, dengan resiko digeropyok polisi atau melewatkan 2-3 tahun di hotel prodeo, ditambah lagi dengan publikasi gratis di surat kabar lokal atau nasional ( bila ia seorang 'public figure').

Rokok tembakau kurang ketat regulasi-nya dalam sisi distribusi dan pembatasan tempat konsumsi. Faktanya anak-anak dibawah umur sangat mudah mendapatkan rokok, serta non perokok terpaksa ikut menghirup asap rokok, karena belum ada pengawasan ketat untuk tempat khusus merokok.

Dari sisi kesehatan, ganja tidak lebih berbahaya dari tembakau. Dan khasiat medis ganja telah lama dikenal berdasarkan jurnal-jurnal ilmiah keluaran terkini, maupun penggunaan tradisional secara turun temurun oleh kalangan masyarakat suku tertentu.

Hanya pada satu contoh kecil ini kita dapat melihat sebuah diskriminasi yang sangat mencolok pada satu substansi dengan substansi lain, yang satu legal, yang satu di-ilegalkan. Dan secara ilmiah, tidak ada dasar yang kuat bahwa substansi yang dilegalkan merupakan substansi yang aman untuk dikonsumsi, seperti contoh rokok tembakau diatas.

Hal ini bila dianalisa lebih dalam lagi akan menggelitik kita untuk mempertanyakan dasar dari Kebijakan Publik yang selama ini diberlakukan. Apakah pantas untuk memenjarakan orang-orang yang menyukai satu substansi tertentu, walaupun ia mengkonsumsi sesuatu yang berbahaya bagi kesehatannya ? Bagaimana dengan mengkonsumsi 'tahu berformalin' ? Atau mengkonsumsi ' MSG ' ? Jelas-jelas hal ini berbahaya bagi kesehatan sang konsumen. Haruskah ia dipenjarakan karena membahayakan kesehatan dirinya sendiri??

Akhir-akhir ini pers nasional dan daerah gencar memberitakan Inefektivitas Hukuman Pemenjaraan pada Pengguna Napza. Rekaman 'hidden camera' di beberapa Lapas / Rutan menunjukkan aktivitas penggunaan napza di dalam penjara, transaksi bahkan produksi napza juga ditemukan dalam penjara. Seruan untuk menggantikan Pemenjaraan dengan Perawatan Ketergantungan Napza ( Rehabilitasi ) mulai sering didengar oleh masyarakat. Hal inilah yang selama 3 tahun terakhir disuarakan oleh Komunitas Pengguna Napza di berbagai daerah. Bila akhirnya isu ini meraih perhatian publik dan pemangku kebijakan di tanah air, mari berharap akan segera ada pergeseran kearah yang lebih ideal.

Untuk sebagian besar masyarakat awam, hal ini sangat mengejutkan dan menimbulkan sebuah pertanyaan besar, sudah tepatkah Pemenjaraan diberlakukan sebagai Hukuman pada Pengguna Napza? Karena selama ini, Pemenjaraan tidak mampu menurunkan animo penggunaan napza dan tidak mampu menurunkan angka peredaran napza di Indonesia.

Yang terjadi adalah peningkatan Warga Binaan terkait kasus Narkotika & Psikotropika, mengakibatkan negara harus merogoh kocek dalam-dalam untuk membangun Lapas-Lapas Narkotika baru yang segera penuh sesak begitu selesai dibangun. Angka kematian dan kesakitan Warga Binaan kasus Narkotika & Psikotropika cukup tinggi, terutama yang berhubungan dengan HIV/AIDS. Karena ditemukan perilaku resiko tinggi penularan HIV didalam Lapas/Rutan, yaitu penggunaan jarum suntik tidak steril secara bergantian.

Sungguh suatu ironi yang menyesakkan dada. Di saat sebuah kebijakan diharapkan dapat membawa negara kita pada kemakmuran dan kesejahteraan. Nyatanya Kebijakan Napza yang diberlakukan sejak 1997 ini telah demikian banyak membunuh dan meminggirkan anak bangsa yang menjadi korban napza ke titik nadir.

Sampai dengan saat ini saya tetap memiliki keyakinan masyarakat Indonesia tidak buta dan masih memiliki hati nurani, sanggup memilah kebijakan mana yang pantas dan mana yang memerlukan perombakan total.



Ditulis oleh: Yvonne A. Sibuea , 11 Juni 2009

Memperingati Dirgahayu ke -3 PKNI ( Persaudaraan Korban Napza Indonesia) – IDUSA
( Indonesian Drug User Solidarity Association ).

Rabu, 10 Juni 2009

Negeri Pemasung, Artikel 68#

Ini bukan seribu Opini yang dilontarkan kemasyarakat kita melainkan sebuah fakta yang terjadi terhadap kami, para penegak hukum telah memasung ribuan pecandu tertindas, terbunuh dan tersingkirkan sekali ketuk palu matilah kami naiklah pangkat kekuasaan kalian, dengan mengorbankan kami sebagai kambing hitam negeri ini telah memasung pecandu narkotika disetiap sudut kota, para pecandu tak pernah mendapatkan hak-hak untuk bertahan hidup sebab kami tak pernah diberi ruang, diantara kami dipenjarakan, dilecehkan dirampas kemerdekaan dan akses pelayanan publik terhadap kami tak perlindungan hukum yang melindungi kami sebagai manusia negeri bekerja hanya untuk para kelas atas yang kapitalis, mafia peradilan ada dimana-dimana demi uang yang salah dibenarkan yang benar disalahkan, sekali lagi ini bukan sebuah opini untuk merubah paradigma ini adalah fakta yang dianatara kami mengalami perlakuan seperti ini, tak pernah mengerti tentang kehidupan kami sebab mereka tak pernah merasakan apa yang kita rasakan, disingkirkan dari semua aspek kehidupan perlahan payung hukum yang ada semakin membawa kita kearah jurang kematian kearah kemenangan para penguasa yang semakin memiskinkan diantara kita, masalah ini semakin menyebar dan menggurita bukan lagi masalah pecandu namun masalah ekonomi, sosial dan budaya telah dirusaknya dihisap dengan atas nama pembangunan. Semakin terpasung dianatara kita, semakin tersingkirkan kehidupan ini sebab negeri ini tengah memasung sebagian rakyatnya, tak ada lagi perlawanan sebab para pejuang tak lagi bisa dipercaya mereka terus menipu kita karena yang mereka raih bukan lah perlawanan melainkan satu tempat untuk mendapatkan kekuasaan publisitas dirinya.
Sekali lagi ini bukan ribuan opini yang selalu didengung-dengungkan, yang selalu diteriakan ini adalah situasi yang terjadi diantara kita!!!

Minggu, 07 Juni 2009

Hari-hari, artikel 67#

Hari-hari ini aku mulai sering berkutat dengan pikiranku sendiri, terkadangaku lelah berada disini terus-menerus ingin sekali beralih ketempat lain namun sulit rasanya, orang seperti aku tak mugkin medapatka penghidupan ditempat lain seain disini itulah yang aku yakini selama ini, disati sisi aku juga lelah berada disini... namun tak kutemukan seorangpun yang mampu mengangkatku dari kerasnya jalan kehidupan yang aku lalui... terkadang akupun percaya dengan segala ramalan atau takdir kehidupanku, namn sulit sekali untuk melawannya, aku merasa sendiri berjalan meskipun banyak sekali manusia yang baik namun tetap tak mampu merubah ketidakjelasan alam pikiranku yang selalu ingin sendiri menjauh dari keramaian dan menikmati alam itupun tak bisa aku lakukan sebab sekarang dan dulu banyak sekali perubahan, sekarang apapun yang kita inginkan harus didukug dengan uang sedangkan dulu... apapun aku bisa lakukan dengan mendapatka semuanya, namun kini semuanya terasa sedang menjauh... takdir berbicara seperti itu kepadaku, semuanya tak lagi ada yang peduli ituah yang aku rasakan akhir-akhir ini, bahkan orang terdekatku pergi-pergi terus entah kemana tak lagi peduli dengan apa yang aku rasakan, mau apa sebenarnya aku.... akupun tak mampu mendeteksinya, yang pasti aku sedang tak ingin berada diadalam pekerjaan seperti ini, sebab ini membuat aku tak nyaman, aku tak biasa bekerja diatas perintah orang lain sebab yang bisa memerintahkan diriku adalah Tuhan dan diriku sendiri, maka aku lebih baik keluar diadalm pekerjaan ini daripada bekerja tidak dengan senang hati namu penuh dengan penderitaan, amun aku juga takut bila tak bekerja, aku takaut tak lagi mampu bayar motor, takut tak bisa makan, coba kalian tebak apa yag terjadi dengan hari-hariku????