Bongkar Tirani

Grab this Headline Animator

Bongkar Tirani

Kalau "air mata" diserahkan kepada rakyat... Tapi... kalau "mata air" diambil oleh penguasa... Kapan "air mata" itu hilang dari mata rakyat? ataukah abadi selamanya karena kerakusan penguasa?

Subscribe
Add to Technorati Favourites
Add to del.icio.us
Rabu, 25 November 2009

Mimpi-Mimpi Yang tak Pernah Terlihat

Angin malam semakin menusuk sendi-sendi tulangku hingga aku gemetar kedinginan, padahal siang hari tadi panasnya juga sampai membakar emosi hingga mencapai ke ubun-ubun ayang akhirnya amarahlah yang keluar dari mulutku ini...!!!nKeringat yang keluar dan air dahaga yang aku minum tak sebanding dengan derasnya air keringat yang keluar, karena hanya setetes air yang hanya dapat aku minum. Ini adalah sesuatu ketidak seimbangan bagi kehidupanku, maka yang terjadi gemetar tubuh ini dimalam hari. Orang-orang yang berada didalam gedung megah membuang literan air dahaga, tidak lagi air putih menjadi air pelepas dahaga mereka melainkan air-air yang penuh dengan warna-warna. Begitu membencinyakah alam pembangunan terhadap kaum miskin seperti kami? sehingga kami terbuang diantara tanah kelahiran kami sendiri. Milik siapakan kehidupan dan mimpi-mimpi ini? Mengapa kami semua sulit menggapai mimpi? sehingga bermimpipun kami harus sembunyi-sembunyi dibawah besarnya gedung-gedung yang dihuni kaum munafik, orang-orang yang penuh dengan jiwa binatang membunuh hanya untuk mendapatkan kepentingan individu ataupu satu kelompok saja. Lalu apa peran negara ini bagi rakyatnya? tak pernahkah negara mempunyai hati yang tulus untuk menjaga rakyatnya? mengapa masalah kami selalu diputar-putarkan diantara kebenaran dan pertolongan yang selalu di ungkapkan? namun tak pernah kami semua merasakan apa yang namanya kesejahteraan.

Aku bingung dan semakin bingung, seorang rakyat yang sedang mencoba memikirkan sesuatu tak ada tempat untuk menuangkannya, tak ada lagi ruang publik untuk kami yang selalu tersingkirkan diantara pembangunan. Dan kearifan lokal goting royong bangsa kita patut dipertanyakan, milik bangsa manakah gotong royong itu? sedangkan bangsa kita sudah tidak lagi memerankan gotong royongnya melainkan berubah menjadi individu-individu yang saling menikam, individu-individu yang mulai dijadikan budaya oleh pembangunan agar diantara kita satu sama lainnya saling membunuh untuk terpenuhinya perut-perut yang kosong, untuk terpenuhinya temnpat tidur dibawah modernnya jembatan-jembatan layang, jembatan-jembatan sungai dan dibawah tingginya gedung yang bisa saja menguburkan kita ketika alam mulai marah mengguncangkan tempat kita berpijak ini.

Maka mimpi-mimpi kita sebenarnya tak pernah terlihat oleh siapapun, tak pernah menjadi nyata untuk dinikmati bersama yang dilindungi adalah orang-orang yang mempunyai harta untuk mndapatkan mimpi-mimpinya menguasai jiwa-jiwa seperti kita, jiwa-jiwa yang dibodohkan jiwa-jiwa yang dimiskinkan dan jiwa-jiwa yang disakitkan, hidup kita dipegang oleh orang-orang yang tadinya hanya berkuasa terhadap tanah kita kini telah berkembang lebih kejam lagi yaitu menguasai kehidupan kita, mati dan hidup kita berada ditangannya, meskipun dengan perlawanan mimpi-mimpi kita tetap tak pernah terlihat...!!!














Oleh STIGMA Foundation
Post by nie_independent pada Senin, 26 Oktober 2009
Negara Indonesia telah meratifikasi konvensi untuk anti penyiksaan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1998 tentang Pengesahan Ratifikasi Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, atau Merendahkan Martabat Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 164, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3983). Negara yang melakukan pengesahan konvensi tersebut mempunyai kewajiban untuk menjalankannya, baru-baru ini institusi Kepolisian melalui Kapolri mengeluarkan peraturan untuk intistitusi kepolisian dalam menjalankan tugasnya dan bersangkutan dengan hak asasi manusia.
Dalam Peraturan Kapolri (Perkap) No. 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan standar Hak asasi Manusia dalam penyelenggaraqan tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia
Bab I Ketentuan Umum, Pasal I dijabarkan dan dijelaskan tentang pengertian HAM itu sendiri pada pasal 1 ayat 1, kemudian pada pasal 1 ayat 2 menjelaskan bahwa HAM bagi penegak hukum adalah prinsip dan standar HAM yang berlaku secara universal bagi semua petugas penegak hukum dalam melaksanakan tugasnya
Banyak yang dapat di kritisi dan diketahui isi dari Perkap ini, adalah pada pasal 1 ayat 6 yang berbunyi “Etika Pelayanan adalah nilai-nilai yang mendasari pemberian pelayanan dan perlindungan oleh polisi sebagai penegak hukum kepada semua warga masyarakat, pada ayat 7 berbunyi “Pelanggaran HAM adalah perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat Negara baik disengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian yang secara melawan hukum mengurangi, menghalangi, membatasi, dan/atau mencabut HAM seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh undangundang, dan tidak mendapatkan, atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar, berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku”, ayat 8 dan 11.
Banyak peraturan yang harus dipahami oleh teman-teman tentang Perkap guna mengontrol institusi kepolisian dalam menerapkan tugasnya yang terkait dan sesuai dengan hak asasi manusia


Jakarta – Setelah melalui proses pemilihan yang cukup alot akhirnya Samuel Nugraha terpilih menjadi Koordinator Nasional (Kornas) Persaudaraan Korban NAPZA Indonesia (PKNI). Terpilihnya Samuel Nugraha atau yang lebih akrab dipanggil Sam ini, membangun harapan baru bagi para korban NAPZA di Indonesia.

Sam terpilih dalam Kongres Luar Biasa (KLB) PKNI, yang berlangsung di Jakarta, 12-16 November 2009, dan dihadiri sedikitnya 50 peserta dari 13 provinsi di Indonesia.Dalam KLB PKNI ini, Sam dicalonkan PKNI wilayah Jawa Barat dan mendapat dukungan 8 provinsi dari 13 provinsi yang memiliki hak suara.

Sebelum memilih Koordinator Nasional, PKNI sebagai satu-satunya wadah berskala nasional bagi para pengguna NAPZA di Indonesia mengalami kevakuman lebih dari sepuluh bulan akibat tidak adanya kepemimpinan dalam organisasi.

Selama Proses KLB PKNI, dilakukan pula pembenahan AD/ART organisasi, pemilihan Koordinator Nasional, dan penyusunan program kerja.

PKNI memiliki misi melakukan pendidikan kritis pada korban NAPZA serta penyadaran kritis pada masyarakat dan pihak-pihak pelaksana kebijakan.

Misi lain PKNI adalah memperjuangkan terpenuhinya hak asasi manusia pada pengguna NAPZA di Indonesia.

Organisasi yang berdiri pada 10 Juni 2006 di Bali ini, mengambil posisi sebagai pemerhati pelaksanaan kebijakan NAPZA di Indonesia.

Berdirinya organisasi ini didasarkan pada keprihatinan korban NAPZA pada stigma dan diskriminasi yang ditujukan pada orang-orang yang memiliki masalah ketergantungan pada NAPZA, serta kekerasan dan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) pada komunitas pengguna NAPZA yang terjadi secara meluas di Indonesia.

Untuk diketahui saat ini PKNI memiliki perwakilan di tigabelas provinsi, antara lain: NAD, Sumatra Utara, Lampung, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, DIY, Bali, NTB, Bengkulu, & Sulawesi Selatan.(Uck/YS/Gen)

Rabu, 11 November 2009 | 19:01 WIB


TEMPO Interaktif, Jakarta -Aktivis AIDS menilai Undang-Undang Narkotika,

yakni Undang-Undang nomor 35 tahun 2009 yang disahkan 12 Oktober lalu berpotensi melanggar hak asasi manusia. "Potensinya berasal dari pelaku UU yang mungkin menyalahgunakan atau memberi tafsir yang salah, bukan dari rumusan pasal-pasalnya," ujar Sekretaris Komisi Penanggulangan AIDS Nafsiah Mboi dalam konferensi persnya di Jakarta, Rabu (11/11).

Koordinator Unggas Forum Indonesia Aditya Wardhana 

menyatakan meski aturannya lebih tegas, tapi timbul kewenangan yang luar biasa pada Badan Narkotika Nasional. Menurutnya, dalam perundangan narkotika terdapat perluasan kewenangan untuk menangkap dan menyadap, menunjukkan potensi yang represif. "Saya yakin arahnya justru represif," urainya. Pihaknya kini mempertimbangkan untuk uji materi sambil terus mengawal lahirnya peraturan turunan perundangan narkotika.

Totok Yulianto dari Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia 

menyatakan kewenangan Badan Narkotika mengabaikan asas praduga tak bersalah. 

"Badan bisa menangkap seseorang dalam 3 x 24 jam atas dasar curiga dan bisa diperpanjang 3 x 24 jam," imbuhnya dalam kesempatan yang sama.

Selain kewenangan Badan Narkotika, ia ragu akan lahirnya sejumlah peraturan turunan Undang Undang Narkotika yang baru ini. Dari yang lama saja (Undang-Undang nomor 22 tahun 1997), kata Totok, hanya 10 persen peraturan pelaksana yang ada. "Saya pesimis pemerintah bisa merumuskan," urainya.

Sementara dari isi pasal, Nafsiah mengatakan ada lima pasal dalam perundangan tersebut, yang berpotensi disalahgunakan sehingga melanggar HAM antara lain pasal 53 ayat 3 tentang bukti sah kepemilikan narkotika, pasal 54 tentang kewajiban rehabilitasi medis dan sosial.

Kemudian pasal 103 mengenai kewenangan Hakim pada pecandu narkotika,

pasal 127 ayat 3 tentang wajib lapor penyalahguna narkotika dan pasal 134 yang membahas kewajiban melapor bagi pihak yang mengetahui keberadaan pecandu narkotika.

"Nantinya kalau pencandu dan korban penyalahgunaan tidak melapor ke layanan kesehatan terdekat, 

maka akan kena hukuman," urai Nafsiah. Kewajiban ini perlu diatur dengan Peraturan Menteri Kesehatan. Alasannya, agar keluarga dan pecandu tidak takut untuk melapor, dan mereka tahu bagaimana serta tindakan yang akan diberikan. Menurut Nafsiah, perlu advokasi yang kuat agar pecandu tidak takut melapor ke layanan kesehatan karena jaminan kebebasan. Dikhawatirkan kalau tidak ada aturan yang jelas, maka pecandu dan penyalahgunaan narkotika justru menyogok atau diperas aparat ketika tertangkap. "Ketentuan pidana dari aturan wajib lapor ini sangat berat," urainya. Komisi menyatakan perlu delapan peraturan pemerintah, 11 peraturan presiden dan 16 peraturan menteri dari perundangan ini.



DIANING SARI


sumber;http://www.tempointeraktif.com/hg/hukum/2009/11/1brk,20091111-207854,id.html

Indonesia tanah airku, tanah tumpah darahku disanalah aku berdiri jadi pandu ibuku,

sekilas bait-bait kebangsaan negeri kita yang terkadang membuat kita terharu ketika kita megumandangkannya. 


Dan ketika budaya, seni dan tanah pulau kita di ganggu gugat oleh negara yang lebih kecil dari kebanyakan

pulau-pulau Indonesia yang terbentang dari Sabang sampai Merauke.

membuat rasa nasionalisme kita bangkit dengan menggelorakan perlawanan dengan

bahasa " ganyang". Namun yang lebih mengironikannya adalah ketika tiga institusi hukum

negeri kita dipermainkan saling diadu dombakan bagaikan permainan

yang mudah ditentukan siapa yang harus dihukum dan siapa membeli hukum,

saking tenarnya issue ini sampai-sampai mengalahkan ketenaran gosip-gosip para artis,

karena dibuktikan acara gosip di televisi juga menayangkan gosip hukum kita,

bahkan juga situs jejaring sosial ikut meramaikannyasehingga semuanya dikalahkannya oleh hukum yang sedang bermain-main di acara gosip menggantikan posisi artis

dan situs jejaring sosial menggantikan para manusia yang biasanya sibuk mencari teman-teman lamanya

dan teman-teman yang baru dikenalnya mungkin juga para kekasihnya

dan juga mencari kekasih baru,

namanya juga tempat gosip dan situs jejaring sosial hanyalah sebuah permainan,

bisa dibayangkan mengapa hukum kita berada diantaranya?

Seperti sedang bermain dan juga seperti yang tertulis diatas tulisan ini.

Satu manusia menghebohkankan seluruh Indonesia, tidakkah hebat manusia itu?

Atau terlalu rakuskah hukum-hukum kita akan kekayaan?

Jelas ini membuat dunia tertawa melihat perilaku hukum dinegeri kita,

karena yang sebenarnya berkuasa bukanlah suara rakyat

melainkan uang para orang kaya dan para koruptor...!!!




Yogyakarta, 11 November 2009