Bongkar Tirani

Grab this Headline Animator

Bongkar Tirani

Kalau "air mata" diserahkan kepada rakyat... Tapi... kalau "mata air" diambil oleh penguasa... Kapan "air mata" itu hilang dari mata rakyat? ataukah abadi selamanya karena kerakusan penguasa?

Subscribe
Add to Technorati Favourites
Add to del.icio.us
Selasa, 23 Desember 2008

Rekomendasi untuk negara ini…!!!

Pertama,
kelemahan mendasar dari Pemerintahan SBY-JK dalam pemajuan, perlindungan
dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tidak adanya program pemerintah yang
dirumuskan secara spesifik sedari awal. Akibatnya setelah tiga tahun memerintah SBY-JK
belum mampu mengorientasikan seluruh jajaran pemerintah di pusat dan daerah untuk
memajukan, melindungi dan memenuhi hak asasi manusia. Kelemahan ini kian tampak dari
tidak aplikatifnya RAN HAM yang dibuat oleh MenhukHAM. Hal itu terjadi karena masingmasing
instansi pemerintah pusat dan daerah jalan sendiri-sendiri dalam menterjemahkan
dan menjalankan agenda HAM-nya. Di samping agenda HAM di berabgai level terlalu
dipercayakan pada birokrasi yang sama sekali tidak memilik budaya HAM.
Kedua, selama tahun 2007 dan mungkin 2008 perkembangan Hak Asasi Manusia di
Indonesia sunguh berada dalam situasi yang ironi. Ada dua hal yang menunjukan gejala itu, pertama adalah hak asasi manusia melambat di saat semua perangkat hukum dan insitusi untuk mengembangkannya ada.

Kedua
substansi hak asasi mausia yaitu keadilan dilupakan
dikala semua pihak berebutan bicara soal keadilan dan demokrasi.

Ketiga
perlindungan dan pemenuhan Hak Asasi Mausia selama tahun 2007 semuanya
ditumpukan pada pemerintah pusat, sementara pemerintah daerah dan partai politik
berlomba untuk mengagahi kekuasaan dan kewenangan yang telah ada pada mereka.
Artinya para pemerintah daerah (yang disokong oleh para Partai Politik) lepas tangan
dengan masalah hak asasi manusia di daerahnya dengan menyalahkan pusat terus menerus.
Maka dari itu, agar hak asasi manusia bisa menjadi kenyataan yang riil dirasakan
oleh rakyat di seluruh Indonesia, pemerintah daerah dan partai politik harus lebih banyak
menunjukan kepedulian mereka.

Keempat
dalam menilai kondisi Hak Asasi Manusia secara ke seluruhan hanya ditumpukan
kepada pemerintah bukan saatnya lagi. Yang wajib dikemukan sekarang adalah bahwa
partai politik adalah lembaga utama yang berpengaruh terhadap maju atau stagnannya
agenda hak asasi manusia. Sebab, hampir di semua lapisan pemerintahan partai politik
berperan dominan. Selain itu dalam skala pemerintahan pusat, kekuatan partai politik
sangat menentukan, karena DPR-RI adalah centrum dari kekuasaan saat ini di samping
Presiden. Selain itu hampir semua partai besar menempatkan pimpinannya dalam Kabinet,
yang artinya semua partai politik itu turut serta bertanggungjawab atas maju atau
stagnannya agenda HAM di Indonesia.

Kelima
aparat keamanan yang menjadi tumpuan masyarakat untuk bebas dari intimidasi
dan ketakutan adalah kepolisian. Kurang handalnya lembaga kepolisian dalam
mengantisipasi keadaan akan membuat kondisi HAM mudah memburuk. Gejala-gejala
menggilanya aksi penyerangan terhadap kelompok-kelompok yang berbeda menunjukan
kekuranghandalan aparat kepolisian selama tahun 2007.

Keenam
lembaga Kehakiman (MA) dan Kejaksaan secara ketatanegaraan adalah palu
keadilan bagi mereka yang hak-haknya terampas. Namun selama tahun 2007, kedua
lembaga ini belum menunjukan hal itu, malah masih kuat menjadi palu para pencuri
keadilan dengan membebaskan para koruptor, penjahat kemanusian dan pembalak hutan.

Ketujuh,
adalah ruang demokrasi yang terbuka lebar yang semestinya mendatangkan
keadilan dan pemajuan agenda HAM tidak maksimal terpakai daya pasangnya, karena
kekuatan-kekuatan pembaharuan (reformis) gagal memanfaatkannya untuk memperbesar
pengaruh dan pengikut. Implikasinya, ruang demokrasi yang lebar itu dipakai secara
maksimal bahkan melebih kapasitas oleh kelompok-kelompok konservatif yang
menginginkan demokrasi direm dan dikendalikan oleh kelompok mereka sendiri. Hal inilah
yang membuat agenda HAM menjadi terseok-seok tanpa arah saat ini.

Kami menyadari bahwa sebagaimana dinyatakan dalam UU dan norma internasional
dalam bidang hak asasi manusia bahwa negara adalah penanggungjawab dalam
perlindungan, pemajuan dan pemenuhan hak asasi manusia. Namun demikian kewajiban
itu tidak bisa dipikul oleh negara, khususnya pemerintah pusat sendiri jika tidak didukung
oleh aktor-aktor politik dominan, yaitu partai politik dan pemerintah daerah.
Hal ini sejalan dengan perubahan besar yang terjadi dalam politik Indonesia yaitu dari
pemerintahan otoriter yang tunggal menjadi pemerintahan demokratis yang desentralisasi
dengan sisitem multi partai. Artinya jika terus menerus menekan semuanya adalah
tanggung jawab pemerintah pusat, berarti kita terus menerus pula mengingkan
pemerintahan yang sentralis dan otoriter. Oleh karena itu dalam menakar kemampuan
pemerintah pusat dalam memajukan, melindungi dan memenuhi hak asasi manusia,
takaran juga diarahkan kepada pemerintah daerah provinsi dan kabupaten. Para penguasa
daerah ini, sekarang kerap partainya berbeda dengan partainya Presiden. Maka dari itu
peran Partai Politik menjadi besar pula dalam menyokong jalannya pemerintahan di semua
level dalam bidang hak asasi manusia.
Bertumpu pada beberapa pemikiran di atas maka ELSAM dalam tahun 2008 ini
merekomendasikan beberapa hal, diantaranya adalah:
1. Sudah saatnya partai-partai politik menjadikan agenda hak asasi manusia sebagai
agenda partainya masing-masing. Artinya partai politik yang tidak memiliki
program pemajuan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia akan menjadi
partai terbelakang, oleh karena itu partai-partai tersebut akan berwatak otoriter
atau prodemokrasi palsu. Tahun 2008 adalah tahun emas bagi (golden years) bagi
partai-partai politik untuk menunjukan kepeduliannya terhadap HAM, sebab di
tahun 2009 akan dilangsungkan Pemilu.
2. Otonomi daerah sesungguhnya ditujukan untuk mensejahterakan rakyat di daerah
agar hak asasi rakyat itu terpenuhi dan terlindungi. Maka dari itu setiap kepala
daerah dan pimpinan partai di daerah (provinsi dan kabupaten) menyusun agenda
HAM nya secara sistematis dan berkelanjutan untuk mengatasi masalah kemiskinan,
penganguran dan kekurangan pangan serta gizi. Seturut dengan itu juga para
pejabat daerah dan partai di daerah harus menghormati HAM dan menekankan
perlunya toleransi dalam kehidupan sosial, politik dan beragama dengan cara tidak
membuat peraturan-peraturan daerah yang memberikan peluang tumbuhnya sikapsikap
intoleransi dan permisif terhadap aksi-aksi brutal.
3. Pemajuan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia bisa pula ditempuh dengan
memberikan jaminan akses rakyat, khususnya kelompok rentan dalam setiap
pembuatan kebijakan politik dan ekonomi. Oleh karena itu pemerintah pusat dan
daerah di tahun 2008 ini harus memulai satu langkah kongrit untuk memberikan
peluang bagi organisasi-organisasi non politik, tetapi menghimpuan bakyak orang
seperti organisasi perempuan, buruh, tani, nelayan dan pekerja seni untuk
mendapatkan ruang partisipasi dalam setiap pengambilan keputusan yang
berkaitan dengan hajat hidup orang banyak.
4. Ormas keagamaan dan sosial yang besar sangat kuat pengaruhnya di tengah
masyarakat. Maka dari itu, ormas-ormas tersebut seharusnya mengambil langkahlangkah
responsif dan konstruktif dalam mengembangkan dan memajukan hak
asasi manusia, khususnya dalam meneguhkan sikap tolerasi dalam kehidupan sosial
dan keagamaan. Tanpa keterlibatan ormas-ormas, kita akan terus-menerus berada
dalam kepungan ketakutan akan sikap intoleransi yang mengedepankan pemurnian
agama, suku, etnis atau kelompok yang pada gilirannya akan membahayakan
masalah hak asasi manusia, serta bangsa ini secara keseluruhan.
5. Demi perlindungan terhadap setiap hak individu dan kelompok, aparat kepolisian
harus siap dalam menghadapi perubahan politik agar mampu merespon persoalan
HAM. Artinya, bertambah banyaknya kabupaten serta provinsi dan partai politik,
kebebasan menyatakan pendapat serta berorganisasi yang dinikmati oleh rakyat
Indonesia menuntut kinerja polisi yang prima. Keprimaan kinerja polisi itu harus
ditunjukan di tahun 2008 ini, sebab tanpa kinerja polisi yang prima maka semua
kemajuan dalam ruang demokrasi dan HAM tidak akan berarti karena akan mudah
dirusak oleh kelompok-kelompok ekstrim. Selama tahun 2007, kinerja yang prima
itu belum ditunjukkan oleh aparat kepolisian secara signifikan.
6. Agar hak asasi manusia menjadi lebih terjamin dalam kerangka instrumen hukum,
lembaga kehakiman dan kejaksaan harus lebih mempertimbangkan asas keadilan
bagi korban ketimbang ruwet dengan pasal-pasal dalam Undang-Undang. Dengan
kata lain, Hakim dan Jaksa jangan terus-menerus semata-mata menjadi corong
Undang-Undang dalam menegakan hukum di bidang HAM agar keadilan bagi
korban terpenuhi, karena Undang-Undang dapat terus berubah dan diperbaiki
sesuai tuntutan jaman.

0 Tulis komentar Kalian disini...: