Bongkar Tirani

Grab this Headline Animator

Bongkar Tirani

Kalau "air mata" diserahkan kepada rakyat... Tapi... kalau "mata air" diambil oleh penguasa... Kapan "air mata" itu hilang dari mata rakyat? ataukah abadi selamanya karena kerakusan penguasa?

Subscribe
Add to Technorati Favourites
Add to del.icio.us


Dokumen resmi sejarah Indonesia jarang sekali mencantumkan nama “Amir Syarifuddin” dalam bingkai sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia. kalaupun ada, Bung Amir (panggilan akrab Amir Syarifuddin) diasosiasikan sebagai PKI yang mengkhianati perjuangan bangsa. Barangkali, buku yang berjudul Amir Sjarifuddin: Antara Negara dan Revolusi, karya Jacques Leclerc bisa menjadi media untuk menyegarkan kembali fikiran kita soal pergulatan revolusi dan peranan Bung Amir didalamnya. Jacques Leclerc, penulis buku tersebut, merupakan sosok yang unik sekaligus cukup brilyan. Ia banyak mencurahkan fikirannya dalam menulis soal revolusi Indonesia, pengalaman gerakan rakyat tahun 1940-an, dan memperkaya tulisannya dengan study perbandingan dengan pengalaman revolusi di negara lain, seperti revolusi Perancis.

Dalam dokumen Pusajarah TNI, dikatakan sosok Amir sebagai tokoh pemberontak dari Partai Komunis Indonesia(PKI) yang paling diincar oleh TNI. Amir merupakan salah satu pimpinan dari Front Demokrasi Rakyat (FDR) yang dituduh TNI mau melakukan kudeta terhadap pemerintahan Indonesia di Madiun. Di pemakaman umum Ngaliyan, Lalung, sekitar 5 km dari kota Karanganyar, terdapat sebuah gundukan tanah yang merupakan tempat peristirahatan jasad Amir dan 10 orang kawannya. Gundukan itu tidak bernisan. Tidak ada penanda apapun. Diatasnya hanya tumbuh sejumput rumput kering diselingi beberapa tangkai ilalang. Demikianlah, bagaimana bangsa ini menempatkan sosok Amir dalam pergulatan revolusi nasional.

Perjuangan Kemerdekaan

Sebuah versi menyebutkan bahwa Amir merupakan salah satu kandidat calon proklamator kemerdekaan, selain Soekarno-Hatta. Pilihan ini tentunya tidak berlebihan mengingat peranan yang dimainkan oleh Amir dimasa perjuangan kemerdekaan begitu besar. Dalam pandangan Amir, elemen-elemen penting dalam perjuangan adalah komunikasi dan pendidikan politik, bahasa, pers dan kantor berita, sekolah serta pendidikan rakyat. Ketertarikan ini pula yang mendorong ia giat hingga duduk sebagai pemimpin redaksi Indonesia Raja yang didirikan oleh Perhimpunan Pemuda Pelajar Indonesia (PPPI). Dalam Kongres Bahasa Indonesia di Solo (25-28 Juni 1938), Amir berbicara dengan makalah tentang "Adaptasi kata-kata asing dan konsep-konsep ke dalam bahasa Indonesia". 1938-1941, Amir merupakan salah seorang ketua redaksi majalah sastra Poedjangga Baroe dan menulis karangan-karangan tentang politik internasional. Ketika ia aktif di Partindo (Partai Indonesia), ia duduk di bagian propaganda dan penerbitan.

Sebagai pengurus Partindo, Amir lebih condong pada pandangan-pandangan kiri tapi sekaligus juga aktif dalam diskusi-diskusi Kristen sejak tahun 1931 di Christelijte Studenten Vreeninging op Java (CSV op Java) yang mendekatkan dirinya dengan tokoh-tokoh pergerakan yang beragama Kristen seperti J. Leimena, W. P. Tambunan, dll. Kedekatannya dengan gerakan kiri mengantarkannya bergabung dalam gerakan Rakyat Indonesia(Gerindo), dan ini pula yang mengantarkannya pada penjara selama 5 tahun. Setelah itu, amir bersama kelompoknya melakukan perjuangan bawah-tanah untuk melawan fasisme jepang. Pada bulan Januari 1943 ia tertangkap, di tengah gelombang-gelombang penangkapan yang berpusat di Surabaya. Boleh dikatakan, kelompok perlawanan yang paling massif dan paling berbahaya dimata Jepang kala itu adalah kelompok yang dibangun oleh Amir Syarifuddin.

Revolusi memakan “anaknya” sendiri

revolusi memakan anaknya sendiri” demikian Abu Hanifah dalam penutup artikelnya tentang Amir dalam majalah Prisma. Setelah kemerdekaan, Amir masuk dalam pemerintahan dan menjabat menteri pertahanan yang pertama. Ketika kabinet Syahrir jatuh tahun 1947, Amir membentuk kabinet yang terdiri dari 11 orang Sayap Kiri, 7 orang dari PNI dan 8 orang dan PSII. Namun, kabinet Amir kehilangan dukungan pada saat penandatanganan perjanjian renville. Perjanjian ini dianggap sangat merugikan pihak Indonesia. setelah penarikan dukungan dari Masyumi dan PNI, akhirnya Amir mengundurkan diri dan membubarkan kabinetnya. kejatuhan kabinet Amir dimanfaatkan kubu lawannya, yakni Hatta yang berhasil membentuk kabinet dengan programnya: Melaksanakan hasil persetujuan Renville, mempercepat terbentuknya Negara Indonesia Serikat, dan Rekonstruksi dan Rasionalisasi Angkatan Perang RI (RERA) Pembangunan. Pemerintahan Hatta inilah yang dinilai oleh kaum kiri sebagai pemerintahan yang paling tunduk dan akan menyerahkan kedaulatan RI kepada Belanda, sehingga timbul ketidakpuasan yang luas terutama karena ada rencana dari Hatta untuk merasionalisasi TNI kemudian membentuk tentara federal bekerjasama dengan Belanda.

Amir dan kawan-kawannya dari PKI dan laskar rakyat menentang program re-ra, sebagai upaya red-drive proposa ASl. Pihak Amir menuduh pihak hatta sudah menjadi agen kolaborator antara pemerintahan kolonialis Belanda dan AS dalam rangka membendung proses revolusi Indonesia yang dipimpin kaum kiri. Kejadian inilah yang memicu pembentukan Front Demokrasi Rakyat(FDR) yang merupakan gabungan laskar-laskar bersenjata,organisasi sosial, dan partai yang menentang program re-ra. Puncak pertikaian ini adalah peristiwa Madiun tahun 1948, yang juga menjadi awal pembuka sejarah hitam yang ditimpakan kepada Amir Syaripuddin. Ketika menjalani eksekusi Amir masih sempat menyanyikan lagu pekerja Internasionale dan Indonesia raya. Selamat Jalan bung Amir.


0 Tulis komentar Kalian disini...: