Bongkar Tirani

Grab this Headline Animator

Bongkar Tirani

Kalau "air mata" diserahkan kepada rakyat... Tapi... kalau "mata air" diambil oleh penguasa... Kapan "air mata" itu hilang dari mata rakyat? ataukah abadi selamanya karena kerakusan penguasa?

Subscribe
Add to Technorati Favourites
Add to del.icio.us
Senin, 08 Maret 2010

Perang NARKOBA: Siapa Musuh Kita?

Banyak di antara Anda mungkin dengan mudah menjawab pertanyaan siapa sebenarnya 'musuh' dalam perang narkoba di Indonesia. Sebagian besar Anda akan dengan cepat menjawab: "Bandar!"

Tapi, pernahkan Anda berpikir akankah para bandar itu tertarik untuk menjaja narkoba jika tidak ada pasar? Pasar bicara tentang 'demand' atau permintaan. Dan hukum ekonomi itu sederhana: tidak ada permintaan, tidak akan ada penawaran. Jika ada permintaan, bisa dapat untung. Beres. Sesederhana itu ekonomi narkoba.
Jadi, mungkinkah bandar itu hanya ada karena adanya permintaan pasar? Bisa jadi. Masalahnya sekarang, sama seperti yang dihadapi para manajer pemasaran dalam menentukan strategi menjual produknya, mereka tidak hanya menunggu respons pasar terhadap produk, tapi mereka sudah lebih proaktif dalam menciptakan pasar. Pasar dimanipulasi sedemikian rupa, sehingga muncul kebutuhan akan produk yang dijual.

Bandar juga akan terus eksis jika ada yang membeking pembentukan pasar. Siapakah mereka itu? Mungkin merekalah sang ”pencipta pasar” yang merupakan musuh terbesar dalam perang narkoba ini.

Tapi pertanyaan yang lebih jauh lagi: dari mana datangnya permintaan pasar itu sendiri. Mengapa ada pasar yang menuntut barang haram itu untuk terus diperdagangkan? Jika mau memikirkannya secara lebih dalam, mungkin jawabannya juga sederhana: niat manusia.

Niat manusia itu inherent sifatnya. Tapi tidak bisa dilepaskan dari sejumlah faktor yang bisa disingkat menjadi: COBA (curiosity = rasa ingin tahu, opportunity = kesempatan, biological = kondisi biologis, availability = ketersediaan). COBA adalah faktor-faktor yang saling melengkapi dalam pembentukan sebuah niat, dan lebih khusus lagi niat untuk mengonsumsi narkoba. Bila hal ini terjadi, permintaan pasar terhadap narkoba akan semakin tinggi.

Peter Parker, tokoh jagoan Spiderman pernah berkata “The greatest battle lies within.” Sebuah pertempuran terbesar sebenarnya terjadi di dalam diri kita sendiri.

Musuh terselubung

Namun, bagaimana dengan para ahli kimia yang menyintesis pil-pil amfetamin pemberi sensasi tertentu itu? Bagaimana pula mereka yang mendesain pil-pil psikotropika (designer's drugs) itu - apakah mereka sebenarnya 'pencipta pasar' itu?

Atau, perusahaan farmasi raksasa dengan segudang kepentingan ekonomi yang berdiri di belakang para perancang pil ini? Rasionalnya sederhana: siapa yang menguasai ekonomi, menguasai dunia.

Fenomena ini dimulai sekitar 100 tahun lalu. Bisa saja jika kita salahkan seorang ahli kimia Jerman bernama Hoffman yang tidak sengaja 'membocorkan' efek samping dari heroin ke pasar, sekitar tahun 1897.

Atau ahli psiko-farmakologi Amerika, Gordon Alles, yang meresepkan amfetamin untuk meningkatkan semangat para serdadu di masa perang dunia kedua. Apakah ini semua salah mereka sehingga 'obat-obatan' ini keluar dari lingkungan medis, diproduksi secara massal di luar bendera farmasi karena ada pasar yang menyambut?

Bagaimana dengan tekanan teman sebaya atau ketersediaan narkoba? Ah, ini alasan klasik, tapi banyak yang bersembunyi di balik hal ini. Tampil 'lemah' terhadap tekanan sosial padahal di dalam kalbu sebenarnya telah lama terkandung niat, maka lahirnya sebuah perilaku hanyalah masalah waktu. Intent prior to content.
Bagaimana dengan rumor seputar penegak hukum sendiri? Walaupun ini bisa jadi sebuah tuduhan semata, banyak pecandu mengakui bahwa narkoba termurah biasa mereka dapatkan 'lewat pintu belakang' kantor polisi tertentu. Kasus seperti ini pernah terungkap beberapa bulan lalu di Bogor. Bahkan beberapa media sempat melansir ditemukannya jaringan narkoba di LP Cipinang.

Jika demikian, di mana sebenarnya posisi penegak hukum? Jangan-jangan ada yang berkedok penegak hukum, menjadi musuh dalam selimut perang terhadap narkoba ini.

Apa pendapat Anda tentang orang tua yang mengaku sayang anak, tapi sering tidak peduli pada anaknya? Orang tua yang kurang memberi waktu; jarang berada di rumah; kurang komunikatif; enggan terlibat aktif dalam kehidupan anak.

Tak sedikit pula orang tua yang tidak pernah memberi batasan etika dan moralitas kepada anak-anaknya tentang rokok, alkohol, seks bebas dan narkoba. Bukankah orang tua yang demikian pantas untuk diposisikan sebagai silent killer yang 'membunuh' anak dari dalam? Sedih memang untuk mengakui jika orang tua seperti ini-- secara tidak langsung--tergolong musuh dalam selimut.

Jadi, siapa sebenarnya 'musuh' dalam perang narkoba: Bandarkah? 'Pencipta pasarkah'? Niat dasar manusiakah? Peneliti dan ahli kimia? Dokterkah atau penegak hukum? Atau, jangan-jangan kita sendiri sebagai orang tua?

Saya berpikir cukup lama untuk memilah-milah siapa sebenarnya yang ada di pihak lawan dan siapa yang ada di pihak kawan dalam perang narkoba ini.

Tidak ada jawaban yang sederhana untuk memosisikan berbagai pihak dalam percaturan perang narkoba. Semua pihak bisa jadi lawan, bisa jadi kawan. Dia menjadi lawan ketika memfasilitasi penyalahgunaan dan peredaran narkoba - baik secara langsung atau tidak langsung. Dan dia pun bisa menjadi kawan ketika membantu mencegah penyalahgunaan dan peredaran narkoba.

Di manakah anda berdiri?

0 Tulis komentar Kalian disini...: